Maumere (MEDIATOR)—Ada sukacita tergambar dari wajah umat yang selama ini beribadah di Kapela St Simon Petrus di kampung Umaili dan Ngisigawang Desa Lela Kecamatan Lela, Sikka. Bagaimana tidak, ada berkat berlimpah dari Tuhan yang diterima melalui tangan Kasrem 161/Wira Sakti Kupang, Kolonel Cpl Simon Petrus Kamlasi. Ketika berkunjung ke sana, pekan kemarin, Kolonel SPK demikian dia disapa, bersama sang isteri dan rombongan, meninjau pompa hidram yang dibangun di desa itu. Kini, masyarakat setempat sudah bisa menikmatinya.
Tak hanya disitu, Rabu (8/5) siang, orgen yang dirindukan oleh umat yang selama ini beribadah di kapela St Simon Petrus, sudah tiba di kapela dan diterima umat dengan penuh sukacita. Rona kebahagiaan itu tak bisa disembunyikan, tatkala mereka didatangi sebuah pick up milik TNI dari kota Maumere dengan sejumlah anggota TNI. Mereka membawa serta orgen yang diminta mereka ketika Kolonel SPK mengunjungi kapela.
![](https://mediatorkupang.com/wp-content/uploads/2024/05/WhatsApp-Image-2024-05-08-at-22.31.34.jpeg)
Foto: Ist/Tangkapan layar video
“Siang ini orgennya sudah tiba, dan saya dilaporkan kalau sudah diserahkan ke penanggungjawab kapela. Kita bersyukur karena setidaknya umat disana bisa leluasa beribadah karena dilengkapi fasilitas alat musik,”ungkap Kol SPK, alumnus SMA Taruna Nusantara dan juga Akmil ini.
Sementara ungkapan terimakasih juga datang dari tokoh masyarakat setempat, Kapten (Purn) Lazarus Iku. Dikisahkannya, kebutuhan akan orgen sudah mereka rasakan sejak tahun lalu karena sangat mendukung peribadatan.
“Saya senang sekali karena Pak Kasrem tiba di kapela. Orgen ini ceritranya ada anggota DPRD yang sosialisasi di kampung, dan saya pesan kalau bisa kapela kami diberikan orgen . Namun karena tidak ada informasi sehingga impian kami tidak kesampaian. Namun ketika Pak Kasrem datang dan memberikan bantuan, kami sangat senang. Terimakasih pak, bantuannya sangat tepat waktu,”ungkap mantan Danramil Naikliu ini.
Dia juga atas nama masyarakat di kampung, berterimakasih kepada TNI melalui Kasrem SPK, karena sudah membantu mereka dengan pompa hidram. Menurutnya berpuluh-puluh tahun mereka memiliki sumberdaya air namun dipakai oleh warga desa lain dan mereka memikulnya dengan menggunakan jeriken. Namun dengan kehadiran TNI yang membantu pompa hidram tentu mereka terbantu.
“Saya ucapkan terimakasih kepada Pak Kasrem SPK yang sudah punya program yang baik mengunjungi kampung kami, walaupun tujuannya melihat pompa hidram namun mampir dan melihat kapela. Saya atas nama mereka semua berterima kasih karena sudah memperhatikan kami,”ungkap Lazarus.
Dia mengisahkan, pada tahun 2008 ketika dia berkunjung ke kampung halamannya di Umaili, dia diberitahukan bahwa ada kapela disana yang kondisinya darurat. Nalurinya pun tergerak untuk melihat dari dekat kapela itu, dan ternyata benar adanya seperti yang disampaikan keponakannya bahwa kapela itu tidak terurus dan menjadi tempat bermain hewan peliharaan seperti ayam.
Foto: Ist
“Hati saya tergerak, saya harus membangunnya. Namun mulai dari mana, saya juga bingung. Saya belum kasitau saudari saya yang ketua kelompok umat basis (KUB). Pada tahun 2009, ada kegiatan Karate di Sikka dan ketuanya saat itu pak H Abdulkadir Makarim. Kami berdua mengikutinya, dan kami tinggal satu hotel. Saat itu ketika sarapan pagi di hotel, dia katakan bahwa tidak ikut kegiatan karena mau bertemu para ustad. Saya juga ijin karena harus ke kampung untuk bangun kapela dan beliau bilang itu bagus. Beliau langsung spontan beri bantuan Rp 1 juta. Saat itu saya juga bawa uang Rp 1,5 juta,”kisahnya.
Dia pun ke kampung dan mengumpulkan keluarga termasuk tuan tanah, Luis da Silva. Atas restu tuan tanah, mereka membangun kembali kapela dalam bentuk permanen. Hingga tahun 2012 ketika Lazarus pensiun, keluarga melaporkan kepadanya bahwa kapela sudah berdiri. Apalagi pintu dan jendelanya dikerjakan olehnya di Kupang dan dikirimkan ke Maumere.
Sedangkan muasal kapela diberi nama St Simon Petrus berawal dari ketika kapela sudah jadi dan harus diberkati.
“Warga meminta agar kalau bisa diberkati Romo dalam sebuah misa. Saya setuju dan saya bertemu pastor paroki. Mereka tanya apa nama kapelanya. Saya bilang, kasi nama Simon Petrus. Simon itu nama bapak saya, saya tambahkan nama bapak saya karena bapak saya kepingin saya jadi pastor namun tidak jadi. Memang saya pernah masuk seminari namun keluar. Anak saya juga demikian. Biar niat bapak tercapai karena walau anak cucunya tidak jadi pastor asalkan ada kapela,”ungkapnya. Kapela ini berukuran 12 X 8 meter, dengan jumlah umat yang beribadah disana 300 lebih KK yang tersebar di dua kampung. (Stenly Boymau)