Labuan Bajo (MEDIATOR)--Setidaknya 200 orang pelaku usaha yang berada di Kabupaten Manggarai Barat, dilibatkan dalam kegiatan Penguatan Kapasitas Hak Asasi Manusia (HAM) bagi Pelaku Usaha di Kabupaten Manggarai Barat dengan Tema ”Pelaku Usaha Peduli HAM untuk Pembangunan Berkelanjutan.”
Hadir dalam kegiatan yang berlangsung Jumat (19 September 2025) pagi bertempat di Gedung Balai Latihan Kerja (BLK) Kabupaten Manggarai Barat, Sekretaris Daerah Kabupaten Manggarai Barat, Fransiskus Sales Sodo. Hadir juga narasumber lain, Staf Khusus Bidang Pelayanan dan Kepatuhan HAM Kementerian HAM, Yosef Sampurna Nggarang, Kadis Tenaga Kerja dan Transmigrasi Koperasi dan UMKM, Theresia Primadona Asmon, Kabid Instrumen dan Penguatan (IDP) HAM Kanwil Kementerian HAM NTT, Supardan.
Kegiatan yang digelar Kanwil KemenHAM NTT itu dipandu Hironimus Sentosa, Bidang IDP Kanwil HAM NTT selaku MC sekaligus Moderator. Sementara ikut hadir Tim IDP Kanwil Kementerian HAM NTT, ASN Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Koperasi dan UMKM Kab. Manggarai Barat serta 200 orang pelaku usaha.
Sekda Fransiskus Sales Sodo dalam paparannya menyampaikan beberapa poin penting diantaranya:
Banyak program pemerintah yang merakyat dimana program-program tersebut berorientasi pada peningkatan ekonomi masyarakat kecil. Contohnya seperti makan bergizi gratis (MBG), Koperasi Merah Putih, sekolah rakyat, pemeriksaan kesehatan gratis dan masih banyak lagi.
“Salah satu program pemerintah yang saat ini sedang dijalankan Adalah program hilirisasi, Dimana program tersebut sangat berdampak nyata terhadap UMKM yang ada di kabupaten Manggarai Barat terutama yang bergerak di bidang pertanian, perikanan dan perkebunan,”tegasnya menambahkan menindaklanjuti program strategis Presiden, pemerintah Provinsi NTT telah meluncurkan platform dan pusat pembelanjaan NTT Mart sebagai wadah untuk memasarkan produk-produk unggulan dan karya UMKM di NTT.
Berkaitan dengan Kaidah HAM dalam praktek bisnis, ditegaskannya, pelaku usaha wajib memperhatikan lingkungan sekitar tempat usahanya terutama dalam hal pengelolaan maupun pembuangan limbah, jangan sampai limbah yang dihasilkan menggangu lingkungan sekitar.
Karyawan yang dipekerjakan mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi seperti mendapatkan gaji yang layak, mendapatkan jaminan kesehatan dengan mendaftarkan BPJS Ketenagakerjaan. Dan tidak boleh mempekerjakan anak dibawah umur sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Staf Ahli Bidang Pelayanan dan Kepatuhan HAM Kementerian HAM, Yosef Sampurna Nggarang dalam materinya dengan tema Pemenuhan HAM bagi pelaku usaha mengurai beberapa poin penting: Presiden Prabowo punya komitmen yang kuat dalam membangun Hak Asasi Manusia di indonesia, hal tersebut dibuktikan dengan menaruh Hak Asasi Manusia pada poin paling pertama dalam Asta Cita Presidan yang bunyinya ”Memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM).”
Dalam konteks P5HAM (Penghormatan, Perlindungan, Pemenuhan, Penegakan, dan Pemajuan Hak Asasi Manusia), pelaku usaha memiliki peran penting untuk memastikan bahwa kegiatan bisnis mereka tidak melanggar hak asasi manusia. Tugas pelaku usaha dalam P5HAM merujuk pada tanggung jawab mereka untuk menghormati dan mendukung hak-hak asasi dalam setiap aspek operasionalnya. Pelaku usaha wajib Mendukung Prinsip-prinsip Internasional HAM seperti UN Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs) yang dibentuk dan diadopsi oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada tanggal 16 Juni 2011.
Pelaku usaha yang tidak mematuhi UN Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs) dapat menghadapi berbagai risiko yang berdampak serius terhadap keberlangsungan bisnis mereka,salah satu contohnya adalah Risiko Reputasi (Reputational Risk) dimana Citra perusahaan rusak di mata publik, investor, dan konsumen. Ada juga Risiko Regulasi Global dan Pasar Internasional, seperti Tidak lolos uji tuntas HAM (human rights due diligence) dari perusahaan multinasional, diblacklist dari pasar internasional atau lembaga keuangan dan dikucilkan dari rantai pasok global yang menuntut kepatuhan terhadap UNGPs dan standar HAM lainnya.
Selanjutnya materi ketiga oleh Theresia Primadona Asmon menyebutkan; Pelanggaran terhadap hak pekerja seperti tidak memberikan upah yang layak atau di bawah UMR, Tidak menyediakan jaminan sosial (BPJS Ketenagakerjaan/Kesehatan), Jam kerja melebihi ketentuan tanpa lembur, Mempekerjakan anak di bawah umur (child labour), Tidak memberikan kebebasan berserikat bagi pekerja/buruh, Diskriminasi upah dan kesempatan kerja berdasarkan gender, agama, etnis, atau status sosial dan PHK sepihak tanpa prosedur hukum.
“Pelanggaran terhadap hak lingkungan dan masyarakat seperti Pembuangan limbah berbahaya tanpa pengelolaan, sehingga merusak lingkungan dan kesehatan masyarakat, Perusakan hutan, tanah, dan ekosistem tanpa izin atau tanpa mematuhi aturan lingkungan, Melanggar hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam dan Mengabaikan prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC) dalam kegiatan usaha yang berdampak pada masyarakat lokal/adat,”tegasnya.
Sementara pelanggaran terhadap hak konsumen seperti, Menjual produk yang berbahaya bagi kesehatan tanpa informasi yang jelas. Penipuan dalam iklan, label, atau kualitas produk. dan Monopoli atau praktik usaha tidak sehat yang merugikan konsumen.
Plt Kakanwil KemenHAM NTT, Oce Yuliana Boymau dalam laporannya menegaskan hasil yang diharapkan dari kegiatan ini antara lain, meningkatnya pemahaman 200 pelaku usaha tentang pentingnya penerapan prinsip HAM dalam aktivitas bisnis sehari-hari.
“Juga terbentuknya komitmen bersama antara pemerintah daerah, pelaku usaha, dan Kementerian HAM dalam mendukung pembangunan berkelanjutan berbasis HAM serta adanya kesepahaman bahwa pelaku usaha memiliki tanggung jawab sosial dan hukum untuk menghormati hak pekerja, lingkungan, dan masyarakat sekitar,”tegas Oce. (RLS/TIM)






