Sebuah Catatan Paul Bolla
Wartawan senior sekaligus Pimpinan Redaksi (Pimred) media salampapua.com, Yulius Oktovianus Lopo meninggal dunia sekira pukul 17.25 WIT di RSUD Mimika, Papua, Sabtu (27/8/2022).
Itulah berita yang diterbitkan “Timika Express.”
Wartawan Senior di Papua ini meninggal dunia di usia 58 tahun karena sakit. Lahir pada 18 Oktober 1964. Saya memanggilnya Om Lius.
Indah Lopo, putri bungsu Om Lius Lopo, mengatakan, “Bapa rasakan jantungnya sakit dan sesak nafas sudah mulai pukul 15.00 WIT. Makanya pukul 17.00 WIT, saya dan tante langsung antar ke RSUD.”
Menurut Marthen L. Moru, Direktur Surat Kabar Harian Timika Ekspres (Timex) yang juga merupakan kerabat, Yulius Lopo adalah salah satu Jurnalis yang paling senior di Timika. Mulai berkecimpung di dunia media di Timika di tahun 2000.
Yulius Lopo adalah Pendeta GMIT, yang ditugaskan Sinode GMIT untuk menjadi wartawan di Surat Kabar Harian (SKH) Pos Kupang sejak tahun 1992. Penugasan itu pada masa Ketua Sinode Pdt. Dr. Benyamin Fobia.
“Koran juga dapat menjadi sebuah Jemaat baru, tempat pendeta GMIT melayani. Tempat untuk bisa menyentuh hati orang lain, tidak dengan mulut, tetapi dengan tangan yang menulis. Tulisan yang mengubah.,”pesan Pdt. Fobia.
Penugasan menjadi wartawan itu berawal dari persiapan akan hadirnya koran yang terbit harian pertama di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pendiri Pos Kupang, mendiang Julius Siyaranamual dan Damyan Godho, berkunjung ke Kantor Sinode GMIT.
Kunjungan itu bertujuan meminta Sinode GMIT mengutus kader-kadernya terbaik untuk mengikuti pelatihan menjadi wartawan harian yang kelak diberi nama SKH Pos Kupang. Julius Siyaranamual adalah sastrawan alumi STT Jakarta.
Sinode GMIT akhirnya mengutus lima orang, yakni, Pdt. Ebenhaezer Nubantimo,STh, Pdt. Mesakh AP Dethan,STh, Pdt. Yulius O. Lopo, STh, Esther M. Rihi Ga, STh dan Paul Bolla, STh.
Lima utusan GMIT ini mengikuti pelatihan jurnalistik, kemudian resmi diangkat sebagai wartawan SKH Pos Kupang, yang mulai terbit percobaan pada minggu terakhir November 1992. Terhitung 1 Desember 1992, Pos Kupang resmi terbit harian dan diperingati sebagai hari lahirnya.
Sebagai wartawan Pos Kupang, Yulius Lopo sempat bertugas di Alor. Pos Kupang bernaung dalam jaringan koran daerah, bentukan Kompas Grup, dibawah organisasi Pers Daerah atau Persda. Tahun 2000, Yulius direkrut Persda pindah ke koran Metro Bandung (kinj Tribun Jabar). Kemudian dipindahkan ke Timika, Papua, untuk koran baru Timika Pos di Papua, Juli 2000.
Selama berkiprah di Papua, setelah Timika Pos, Yulius Lopo, juga tercacat bergabung di media Timex (Timika Ekspres). Lalu pindah ke Top TV di Jayapura dan ikut membentuk media televisi bernama Golden TV.
Yulius Lopo yang akrab dipanggil Om Yol –kode tulisan saat di Pos Kupang, hingga akhir hayatnya tercatat bergabung ke media Salam Papua.
Mendiang Pdt. Yulius Lopo, telah lebih dahulu ditinggalkan istri terkasih MELY RITA SIRITUKA pada 6 Januari 2016. Jenazah dibawa pulang dari Papua, dan dimakamkan di Kalabahi, Alor. Buah kasih mereka adalah Inyo, Indriany dan Indah.
Kami berdua memang lama tidak bertemu sejak kami bersama merancang hadirnya koran NTT Ekspres tahun 2000, bersama mendiang Hans Louk, Dany Ratu, Ana Djukana dan mendiang Harry Harzufri. Kami berdua “suten”. Hasilnya, Yulius tetap di Pos Kupang dan saya bergabung ke NTT Ekspres.
Tahun 2002, Yulius sempat pulang Kupang. Kami berdua ngobrol banyak hal hingga tengah malam di rumah saya yang baru mulai dibangun. Kami berdua bermimpi… kelak, bila saya sudah ditabis jadi pendeta, dan Yulius dipanggil kembali oleh Sinode GMIT, kami berdua akan membangun GMIT dari sisi media dan membantu teman-teman agar bisa menulis. GMIT harus memiliki banyak penulis.
Meski jauh di Papua, teman-teman Yulius di GMIT, khususnya alumni angkatan 1984 Theologi UKAW tetap bisa terus berkomunikasi lewat “The Eighties Fourth” WA Grup buatan Pdt. Eben Nubantimo. Pada 12 Juni 2022, Yulius mengikuti Ibadah Minggu pagi secara online di GMIT Kota Baru Kupang, saat dipimpin Pdt. Tien Hawu-Muni.
Semasa bersama di Pos Kupang, Yulius adalah wartawan Pos Kupang angkatan pertama, dan termasuk wartawan kesayangan Om Damy, Pemimpin Redaksi. Ketika Pos Kupang memiliki sepeda motor, hasil barter iklan, Yulius menjadi orang kedua mendapat sepeda motor, setelah seniornya mendiang Hans Louk. Lainnya tetap cari berita dengan jalan kaki.
Selamat Jalan sahabat rasa saudara. Saya masih menunggu kabar, apakah jasadmu akan kembali perut bumi Timor.
Berharap jasad bisa pulang Timor. Saya tidak tahu persis apakah Om Lius masih tercatat sebagai Pendeta GMIT, sekaligus karyawan GMIT. Jika jasadnya pulang ke tanah Timor, semoga GMIT yang telah menabhiskannya kedalam jabatan pendeta, memakamkannya sebagai salah satu pelayannya.
Tuhan menjaga anak Inyo, Indri dan Indah, serta menguatkan keluarga besar Lopo-Sirituka. (Paul Bolla)