Salatiga (MEDIATOR)–Tiga pendeta secara resmi menyandang gelar Doktor Sosiologi Agama (DSA) setelah melalui sidang yudisium Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Senin (05/02/2024). Ketiganya menerima kelulusan dengan mendapatkan predikat terpuji atau cumlaude.
Ketiga pendeta tersebut yaitu Prof. Ps. Sonny Eli Zaluchu, M.A., M.Th, D.Min, D.Th., Pdt. Hendrika Yovania Karubaba, S.Th, M.Si., dan Pdt. Erna Maria Ayal. S.Th., M.Mis. Dalam sidang yudisium yang dipimpin oleh Dekan Fakultas Teologi Pdt. Izak Lattu, Ph.D, dan didampingi oleh Wakil Dekan Pdt. Irene Ludji, MAR., Ph.D., Ketua Program Studi (Kaprodi) Doktor Sosiologi Agama Dr. Suwarto, dan promotor Pdt. Dr. Tony Tampake, ketiga doktor tersebut memaparkan orasi ilmiahnya.
Prof. Ps. Sonny Zaluchu memaparkan disertasi berjudul “Agama Digital (Digital Religion) dan Rekonstruksi Praktik Beragam: Analisis Systematic Literature Review (SLR)”. Penelitian yang melibatkan dua puluh tiga literatur ini mengupas definisi agama digital, pergeseran definisi agama digital, pergeseran yang terjadi dalam praktik agama digital terkait ruang sakral, otoritas, identitas, ibadah daring, persekutuan, dan sakramen; pandangan teologis tentang agama digital; dan pandangan sosiologis tentang agama digital.
Dari hasil disertasinya, pendeta yang telah menerima gelar profesor sebelum menerima kelulusan doktor ini menuturkan bahwa agama digital adalah pelaksanaan praktik keagamaan secara online sehingga batas offline-online tidak dapat dibedakan.
Secara teologis, agama digital adalah cara baru untuk menghadirkan kerajaan Allah melampaui ruang dan waktu dalam masyarakat yang berjejaring. Secara sosiologis, agama digital tidak hanya merepresentasikan sebuah entitas keagamaan secara online tetapi juga budaya baru dalam perangkat sosial.
“Dunia digital telah menjadi bagian dari kehidupan keseharian manusia dan membutuhkan revitalisasi religiusitas dan spiritualitas manusia agar sesuai dengan perkembangan zaman,” terang Profesor Sekolah Tinggi Teologi (STT) Baptis Indonesia ini.
Tak hanya lulus dengan predikat terpuji dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3.96, Prof. Ps. Sonny Zaluchu juga menerima tiga penghargaan sekaligus dari Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (LEPRID). Ketua Umum dan Pendiri LEPRID Paulus Pangka, S.H., menyerahkan secara langsung penghargaan tersebut.
Tiga penghargaan tersebut yaitu Guru Besar Ilmu Teologi pertama yang diangkat dalam lingkup Sekolah Tinggi Teologi Kristen Se-Indonesia Direktur Jenderal Dinas Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia. Sementara, dua penghargaan lainnya yaitu Insan Indonesia di Pulau Terluar Pertama yang Menjadi Guru Besar dalam Ilmu Teologi, dan Guru Besar Profesor Pertama di Kalangan Sekolah Tinggi Teologi Se-Indonesia dan UKSW yang diyudisium Sebagai Doktor.
Bertepatan hari spesial
Sementara itu, lulus dengan IPK 4.00, Pdt. Hendrika Yovania Karubaba memaparkan disertasi berjudul “Tamne Yisan Kafase Sebagai Upaya Pendekatan Pendampingan dan Konseling Masyarakat untuk Memberdayakan Perempuan Korban Ketidakadilan Gender di Distrik Arso Kabupaten Keerom – Papua”.
Hasil penelitian wanita asal Jayapura ini mengemukakan bahwa perempuan dan laki-laki perlu membangun sinergitas dan kemitraan sejati untuk mengatasi persoalan ketidakadilan gender melalui nilai-nilai kearifan lokal Tamne Yisan Kafase yang berarti bersatu untuk membangun.
Nilai Budaya Tamne Yisan Kafase dilakukan sebagai upaya pendekatan pendampingan dan konseling masyarakat yang dapat memberdayakan perempuan sebagai korban ketidakadilan gender. Delapan teknik pendekatan tersebut yaitu bersatu atau bergotong royong, solidaritas atau keseimbangan, saling berbagi dan menerima, persahabatan atau pertemanan, menguatkan atau mengutuhkan, menyembuhkan, damai, memberdayakan dan masing-masing memiliki tujuan pendampingan dan konseling serta sasaran pencapaian.
Satu lulusan lainnya, Pdt. Erna M. Ayal memaparkan disertasinya yang berjudul “Sakralitas WAM: Dalam Ritual Imag dari Perspektif Pendampingan dan Konseling Keindonesiaan di Masyarakat Lembah Balim. Menurut peraih IPK 3.91 asal Sorong Papua Barat Daya ini, disertasinya dapat bermanfaat untuk masyarakat Balim agar dapat memiliki dan mewarisi nilai-nilai baik.
“Nilai tersebut adalah nilai yang hidup ideal seperti yang ada dalam filosofi hidup dalam kebersamaan dengan sesama masyarakat Balim maupun dengan masyarakat dari luar Balim. Hal ini membuat terciptanya hubungan yang toleran, damai dan harmonis baik di Lembah Balim Wamena maupun di Papua,” bebernya.
Dalam kesempatan ini, Pdt. Izak Lattu, Ph.D., dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada ketiga doktor yang telah menerima yudisium karena telah memilih UKSW untuk mengembangkan keilmuannya yang berbeda. Ia juga mengungkapkan syukur bahwa di momen spesial hari pekabaran Injil ke-169 di Tanah Papua, lahir dua doktor perempuan di UKSW yang melayani di lingkungan gereja Injili Tanah Papua.
“Kami turut berbahagia atas pencapaian ini, dan kiranya pencapaian ini dapat dikembangkan lagi untuk menguji penelitian mahasiswa dan mengisi perkuliahan di UKSW, serta memberi kontribusi pada almamater,” tuturnya.
Sementara itu, Pdt. Dr. Tony Tampake turut menyampaikan terima kasih kepada para lulusan karena telah menjadi bagian untuk belajar bersama dalam proyek disertasi. “Secara formal dan material, proses belajar telah usai, secara aksiologi masih akan berlangsung yaitu dengan menggunakan disertasi sehingga dapat bermanfaat,” ujarnya. Dengan lulusnya ketiga doktor tersebut, DSA UKSW telah meluluskan sebanyak 31 doktor. (RLS/HUMAS-UKSW/KJR)