Jakarta (MEDIATOR)–Sebagai bagian dari rencana aksi tindak lanjut MoU antara Badan Gizi Nasional (BGN) dengan PT Krakatau Steel, 16 Sep 2025 maka Senin, 7 Oktober 2025, Gubernur NTT Melky Laka Lena berkunjung ke kantor Pusat PT KS. Beberapa saat kemudian dilanjutkan dengan kunjungan Bupati Rote Nado, Paulus Henukh, Bupati TTU, Valentinus Kebo, Bupati Sabu Raijua, Krisman Riwu Kore dan Bupati Kupang, Yosef Lede dalam rangka Percepatan Pembangunan SPPG di daerah Terpencil.
Tim ini diterima dengan penuh hospitality oleh Willgo Zainar sebagai Komisaris Independen dan tim direksi.
Tenaga Ahli Utama Badan Gizi Nasional, Florencio Mario Vieira, kepada media ini mengakuinya. Mario selama ini konsern terhadap percepatan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di daerah-daerah terluar.
“Aksi nyata ketika saya ditugaskan sebagai Tim Percepatan Program MBG di daerah terpencil untuk dua wilayah yakni Bali dan Nusra serta Papua dan Maluku. Wilayah-wilayah ini cukup menantang dari aspek topographi (pegunungan, pesisir, kepulawan) terisolasi, tertinggal, terluar, terdepan,”tegasnya.
Bertolak dari kondisi itulah kegiatan perdana yang telah dilakukannya adalah konsolidasi dan validasi data (titik dan penerima manfaat) bersama Satgas Pemerintah Kabupaten yang dipusatkan di tiga lokasi Kupang (Bali dan Nusra), Sorong (Papua Barat, Papua Barat Daya, Maluku dan Maluku Utara lalu Jayapura (Papua, Papua Selatan, Papua Pegunungan, Papua Tengah) secara serentak pada tgl 3-5 Oktober 2025.
“Puji Tuhan sekalipun jarak antara Kupang dan Jayapura seperti penerbangan dari Jakarta ke Eropa (Kupang- Jakarta-Jayapura total 8 jam) dapat menghadiri kedua tempat secara penuh,”tegas Mario.
Masih menurutnya, ketika penugasan itu dilakukan dengan sepenuh hati disertai sukacita dengan landasan spirit keterpanggilan (bukan semata tugas) dan semangat maka dia sangat yakin bahwa Sang Maha Agung yang punya kuasa atas segala kuasa disertai kasih yang tak berkesudahan pasti memampukannya.
Percepatan Program MBG di Daerah Terpencil
Kondisi gizi masyarakat Indonesia masih menghadapi tantangan serius, terutama di wilayah 3T / TERPENCIL. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 menunjukkan bahwa meskipun prevalensi stunting nasional telah turun menjadi 19,8% dari 21,5% pada tahun 2023, kesenjangan akses terhadap makanan bergizi dan layanan kesehatan dasar masih signifikan di wilayah wilayah ini. Data sebaran prevalensi stunting di Indonesia yang tertinggi (> 30%) terdapat di wilayah bagian Indonesia Timur yaitu di wilayah Nusa Tenggara Timur, Papua Barat Daya dan Sulawesi Barat.

Program MBG merupakan intervensi strategis pemerintah dalam mengatasi persoalan gizi dan ketimpangan akses pangan terutama di wilayah 3T. Pelaksanaan Program MBG memiliki urgensi yang tinggi mengingat wilayah 3T masih mengalami berbagai tantangan mendasar mencakup tingginya angka stunting, keterbatasan akses transportasi dan listrik, ketersediaan air untuk konsumsi, akses komunikasi yang terbatas, lemahnya rantai distribusi dan logistik sehingga harga pangan pokok dan bergizi lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah non 3T.
Program MBG di wilayah 3T disusun sejalan dan selaras dengan arah kebijakan nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. RPJMN mendukung pendekatan pembangunan inklusif dan afirmatif bagi kelompok rentan dan wilayah 3T. Oleh karena itu, strategi dan rencana aksi Program MBG harus sinkron dengan agenda nasional tersebut, dengan memberikan ruang untuk penerapan strategi yang fleksibel dan adaptif sesuai dengan karakteristik masing-masing wilayah 3T. Pemahaman mendalam tentang tipologi dan tingkatan wilayah 3T menjadi hal penting dalam pelaksanaannya. Wilayah 3T tidak homogen dan terbagi dalam berbagai tingkatan. Terdapat berbagai tingkatan dan tipologi wilayah dalam kategori 3T, mulai dari kecamatan perbatasan prioritas yang berbatasan langsung dengan negara lain, pusat kegiatan strategis nasional yang menjadi titik pertumbuhan baru, hingga daerah afirmasi yang secara sosial ekonomi masih tertinggal. Tidak seluruh kabupaten atau kota yang termasuk dalam wilayah 3T dikategorikan sebagai daerah tertinggal dalam dokumen perencanaan nasional. Oleh karena itu, pedoman pelaksanaan Program MBG menetapkan kriteria yang lebih spesifik untuk menentukan wilayah sasaran.
Dalam rangka memastikan pendistribusian MBG di wilayah 3T dapat berjalan dengan lancar, maka diperlukan pertemuan antara SATGAS Pemerintah Provinsi dan Kabupapten/Kota se Wilayah Bali dan Nusatenggara dengan Kementrian Dalam Negeri dan Badan Gizi Nasional dalam rangka menvalidasi data di daerah terpencil berdasarkan Pedoman Umum Sistem dan Tata Kelola Badan Gizi Nasional untuk Program Makan Bergizi Gratis” yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi wilayah 3T/TERPENCIL yakni Sasaran Penerima Manfaat kurang lebih 1000 orang dengan waktu yang ditempuh lebih dari 30 menit atau lebih dari 6 kilometer. (RLS/BOY)