MEDIATORKUPANG.COM—Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, diam-diam memiliki kekaguman tersendiri terhadap sosok John Calvin, seorang teolog Kristen terkemuka pada masa reformasi Protestan. Teolog kelahiran Perancis 10 Juli 1509 yang meninggal 27 Mei 1564) ini memiliki pikiran-pikiran yang hidup hingga saat ini.
Dan, inilah salah satu point penting yang disampaikan ketika memberikan sambutan saat perayaan ulang tahun Jemaat GMIT Elim, Bolok, Rabu (25/5/2022). Kekaguman akan sosok ini, dituangkan dalam laman media sosialnya, dimana VBL ingin agar semangat Calvin diterapkan oleh pemuda gereja masa kini. Dan tentu ini baru bisa terjadi atas andil gereja itu sendiri.
Demikian narasi lengkap sambutan Gubernur VBL:
“Negeri ini negeri laut, lautan dimana – mana, provinsi kepulauan (archipelago province), tetapi kita tidak pernah berpikir untuk melayani laut kita, karena semua mengurus darat. Karena itu saya ingin gereja berpartisipasi. Pertama, kami akan mengembangkan pakan untuk lobster, yang datang dari bagaimana budidaya kerang yang adalah makanan lobster. Lobster adalah salah satu komoditi yang sangat kaya dimiliki oleh NTT. Karena itu saya mengharapkan agar gereja dalam desain kebijakan dari Sinode GMIT untuk mulai fokus dalam menyiapkan budidaya pakan lobster.
Karena itu saya harapkan kedepannya dapat dikerjakan oleh anak muda di gereja, yang bisa bekerja 18 jam sehari, dan ini gereja pernah lakukan, apalagi mereka yang menamakan dirinya kaum Calvinis. Calvin dalam perjuangan untuk membangun keyakinan dan pengetahuan dalam dirinya, diusir bolak balik, dari Perancis diusir ke Swiss, dari Swiss diusir ke Jenewa, dan di Jenewa dia berjuang untuk menguasai politik di dalam kota Jenewa, dan dari Jenewa desain politik dikuasainya dan Calvin mengisi pikiran – pikiran dan perubahan – perubahan besar itu lewat pemerintahan kota, dan akhirnya berkembang sampai di Timor ini.
Karena itu dulu didalam gereja Penatua ada, Pendeta ada, dan tugas Penatua untuk menyidangkan mereka yang melanggar norma – norma gereja di Konsistori. Itu menunjukkan disiplin yang sangat ketat. Kita sekarang kekurangan bagaimana mendisiplinkan. Input yang ada di gereja yang saya senang adalah GMIT menamakan diri sebagai diakonia yang sedang bergeser menjadi diakonia transformatif, itu harus dapat ditransformasikan di dalam semangat kerja – kerja cerdas dimana itu akan membawa dampak yang luarbiasa, tidak boleh hanya pada simbolik saja, tetapi diturunkan dalam kerja – kerja konkrit.
Saya ingin dalam melaksanakan diakonia transformatif itu nomer satu adalah anak – anak dari GMIT. Kenapa perlu gereja? Karena saya ingin waktu mereka bekerja, gereja ikut bertanggung jawab dalam mendisiplinkan mereka. Bila mereka tidak disiplin, panggil, rapat, dan berikan sanksi, karena sejarah gereja seperti itu. Calvin itu sangat luarbiasa, dari Calvinlah lahir etika Protestan, lahir koloni – koloni baru di Eropa, pertumbuhan -pertumbuhan ekonomi baru.
Karena itu saya ingin agar teori yang dasarnya sudah diuji berulang – ulang itu, tinggal kita jiplak saja dan kita bawa ke NTT. DISIPLIN. Gereja berpartisipasi bersama Pemerintah mendisiplinkan orang yang ditugaskan untuk mengerjakan hal – hal yang secara nyata kita tahu bahwa itu adalah sebuah program besar yang namanya Diakonia Transformatif. Anak muda di gereja akan diuji dengan 18 jam latihan dulu, jadi tidak ada lagi yang tanganga di jalan lihat bulan gemintang sambil menghayal, karena malam pulang kerja dia sudah tidak bisa lagi, langsung tidur pasti. Inilah cara Calvin mendisiplinkan semua pengikutnya sehingga mereka mempunyai energi yang luar biasa. Dalam catatan sejarah, kekuatan kapital Eropa tumbuh datang dari garis – garis cara berpikir Calvin. Sehingga mereka kaya luar biasa.
Hari ini orang menganggap bahwa kapitalis itu buruk, tidak. Manusia – manusia kapitalis tidak buruk jika moralnya baik. Jika orang mempunyai etika dan moral baik, maka berapa banyakpun uang yang dipegang, dia akan tetap membantu orang lain. Dan orang yang hatinya tidak ada, moralnya tidak baik, dan punya uang banyak, maka itulah yang Yesus bilang orang kaya yang mau masuk surga sama seperti onta yang masuk ke dalam lubang jarum.
Kedua, budidaya ikan kerapu. Saya ingin partisipasi dari gereja untuk terlibat dalam budidaya ikan kerapu. Kirim anak – anak muda untuk belajar tentang pakan ikan kerapu karena kita punya sumber daya yang cukup untuk itu yang tidak kita kerjakan selama ini. Karena itu miskinnya kita bukan karena kita tidak ada apa – apa, tetapi karena kita tidak pernah belajar tentang apa yang kita punya, dan kita sekolah tidak berhubungan erat dengan apa yang kita miliki, yang dikejar adalah ijazah, bukan ilmu. Itu tantangan kita, karena itu kita mulai mendorong, mengapa Gereja? Karena Gereja itu minimal satu dalam seminggu bertemu dengan jemaatnya. Bertemu dengan Gubernur belum tentu seperti itu.
Karena itu perlu cara berpikir dari Gereja untuk melakukan transformasi luarbiasa, karena Gereja hampir pasti tidak perlu pergi ke orang, orang yang datang ke Gereja, bahkan habis itu masih berkunjung lagi ke rumah jemaat. Sehingga pikiran – pikiran transformasi ini harus juga diisi dalam perkunjungan – perkunjungan jemaat seperti itu. Jadi yang paling luar biasa adalah institusi Gereja. Karena itu saya diundang kemanapun setiap saya punya kesempatan saya akan hadir di gereja untuk menyampaikan bahwa kita mampu menatap masa depan dan meninggalkan legacy untuk anak cucu kita bahwa mereka bangga memiliki pemimpin – pemimpin yang hebat.
Ikan Kerapu di depan pulau Kambing, Onansia, kalau tidak berubah, kita akan panen pada Agustus nanti 15 ton. Nah Bolok ini beda, orang Bolok kalau berenang di laut sonde mati. Jadi mulailah berpikir bagaimana terlibat serius didalam budidaya ikan kerapu dan pakan lobster. Dunia akan menuju untuk makan protein ikan dan berkurang untuk makan protein daging.
Ketiga, TJPS, program ini sengaja saya buat untuk mengganggu orang, kenapa? Karena kita orang NTT ini kalau kerja, kerja sendiri. Membangun, membangun sendiri, tidak pernah membangun dalam semangat kolaborasi. Semangat kolaborasi itu bukan kerja bersama saja, tetapi kerja bersama dalam visi yang sama. Karena itu saya ingin nanti mulai bulan Desember – Maret adalah musim dimana Tuhan menganugrahkan Nusa Tenggara Timur dengan air yang cukup banyak. Karena itu lewat Kepala Desa, Ketua KMK, bersama mama – mama dan bapa Pendeta mendata tanah – tanah mana yang bisa dipakai dan belum pernah dipakai untuk kita tanam jagung. Pupuk, benih, herbisida, pestisida ditanggung lewat Perbankan memakai KUR, dimana modal untuk 1 Ha sekitar 6 – 7 juta, dan jika bapak ibu tidak ada makan dirumah akan ditambahkan sampai 10 juta untuk bisa bertahan dalam rumah tangganya sampai tiba waktu panen setelah 100 hari. Dengan benih jagung unggul bisa dipanen dengan 7 ton/ Ha. Jika 7 ton/ Ha jika dijual dengan harga Rp. 3000/kg (sekarang ini harga jual berkisar Rp. 4000 – Rp. 4500/ kg jagung) maka hasil yang didapat Rp 21 juta rupiah, dikembalikan ke bank sebesar 6 juta rupiah maka 15 juta bisa diambil dalam tempo 100 hari. Dan jika dibeli dengan harga Rp. 4000/kg maka didapatkan 28 juta, dikembalikan ke bank Rp 6 juta, dan Rp 22 juta didapatkan dalam tempo 100 hari. Bahkan untuk yang rajin bisa tanam kali ke-2 dalam satu musim tanam sampai bulan Maret (setelah 60 hari) dengan pola tanam sisip.
Karena itu saya harapkan Gereja berpartisipasi sehingga pendampingan dari Pemerintah, pendampingan dari Gereja memastikan mereka melakukan ini secara baik, karena TJPS ini semua sudah ditanggung. Kenapa TJPS? Dengan uang 15 juta atau 22 juta itu maka kita bisa beli sapi untuk rumah tangga yang stabil. Kalau kurang stabil kita beli ayam, babi, atau kambing, sehingga jika jagung sudah selesai mereka bisa jual ternaknya sehingga ketahanan ekonomi stabil. Sapi yang ingin kami dorong kedepan adalah sapi – sapi yang kualitas baik, yang bisa 300 – 500 kilo keatas, bukan sapi yang dagingnya abis nenek dong makan gigi putus buang semua.
Kita desain dalam semangat kerja bersama, dan mimpi – mimpi ini tidak akan mungkin terealisir dengan baik kalau gereja sebagai institusi utama tidak langsung engage atau menyatu dengan pemerintah. Dan bukan saja Gereja bilang “baik bapa nanti kami bilang kami pung jemaat”. Tidak bisa. Jemaat dan Gereja sebagai institusi terlibat serius dalam pengawasan program TJPS, karena ini bukan program Gubernur NTT, ini program sesuai Visi Yesus dalam membebaskan kaum hina (Matius 25: 35 – 40) termasuk orang lapar dan haus melalui program pertanian, peternakan dan perikanan.
Terakhir, kita tata area wisata Gua Kristal dengan baik sehingga saat orang datang senang melihatnya, belum ditata saja orang sudah datang. Gereja terlibat, pemerintah terlibat, masyarakat terlibat, sehingga Gua Kristal bisa mendatangkan manfaat ekonomi untuk masyarakat sekitarnya. Buat restoran panggang ikan yang enak, dan setiap orang yang datang kita terima dengan sukacita.
Selamat ulang tahun yang ke-100 dan selamat serta terimakasih kepada Tim yang ingin melakukan kodifikasi terhadap sejarah gereja ini, dan jiga selamat membangun baru tetapi jangan lupa meninggalkan gedung lama menjadi sejarah bisu dalam perjalanan waktu yang akan datang. Syalom, Salve, Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Om Santi Santi Om, Namo Budaya, Salam Kebajikan.” (DVA/BOY)