MEDIATORSTAR.COM, Tambolaka
Sumba Barat Daya, salah satu kabupaten di Provinsi NTT yang saat ini sedang giatnya mensukseskan program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) skema kemitraan yang dibangun oleh Pemerintah Provinsi NTT. Yang membanggakan adalah, di sepanjang pantai Utara kabupaten itu, dipenuhi hamparan tanaman jagung. Tak pelak, lahan warga yang dulu dibiarkan menjadi lahan tidur, kini siap panen.
Sebanyak 5.000 hektar jagung yang sudah menguning. Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, bersama rombongan yang mengitari sepanjang pantai, selama satu jam, berjalan di tengah tanah bebatuan yang dipenuhi tanaman jagung milik warga. “Sepanjang perjalanan selama satu jam, kita berjalan di tengah kebun jagung milik warga. Sebuah pemandangan yang menggairahkan, karena lahan ini adalah milik masyarakat yang mereka berikan untuk ditanami jagung. Ini bukti semangat kebangkitan ekonomi masyarakat kita,”tegas Kepala Dinas Pertanian Provinsi NTT, Lucky Frederich Koli kepada Mediatorstar.com, di Tambolaka, Selasa (15/2) pagi.
Pernyataan ini dibenarkan Direktur Utama Bank NTT, Harry Alexander Riwu Kaho. “Sejauh mata memandang, bahkan saat dengan kendaraan, kita menyusuri pantai Utara SBD, seluruhnya dipenuhi tanaman jagung. Kita mestinya sepakat dengan perubahan nama dari petani menjadi wirausaha mandiri yang diberikan oleh Pak Gubernur,”tegas Alex menambahkan dengan skema pembiayaan yang didesain, seluruh modal disediakan oleh Bank NTT, dan pemerintah menyiapkan bibit serta pupuk, lalu memastikan adanya off taker yang akan membeli seluruh hasil pertanian. Dengan demikian maka warga akan menjadi investor di tanahnya sendiri karena mereka sudah mengantongi uang yang tidak sedikit. Yakni setidaknya Rp. 24.500.000 satu hektar karena mereka berhasil memproduksi jagung sebanyak 7 ton dengan nilai jual minimal Rp. 3.500/kg. Jika di SBD warg sementara memanen 5.000 hektar maka dipastikan, adanya putaran uang bernilai milyaran di SBD saat ini.
Sementara itu, Ketua tim ahli program TJPS, DR. Toni Basuki menjelaskan bahwa khusus untuk Sumba Barat Daya, mereka memberi perlakuan yang berbeda dalam penanaman. Ada dua periode musim tanam yakni Oktober-Maret (Okmar) dan periode berikutnya April-September (Asep).
“Artinya proses penanaman di periode itu. Ketika kita bicara jagung di NTT, dulu 100 persen itu pada periode Okmar. Karena sumber airnya mengandalkan iklim. Dan terbentuk karena kultur. Padahal ada ruang Asep. Itu kita manfaatkan mata air, sumur bor serta sumber-sumber air di bantaran. Ketika TJPS yang digagas oleh Pak Gub untuk kita masuk ke Asep, memang awalnya sedikit berat bukan hanya di petani saja melainkan di kita juga. Namun ketika berjalan dua tahun, kita bisa panen di Asep,”tegas Tony.
Walau waktu panen di Asep kurang maksimal, namun menurutnya setidaknya sudah memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat. Apalagi sekarang di SBD, ketika berbicara mengenai ekosistem TJPS, mereka diberi lahan 3000 hektar lalu pada periode Okmar 10.000 hektar lahan yang akan digarap.
“Peluang kita tetap ada di SBD, namun jangan dikira tidak ada tantangan. Tetap ada tantangan yakni dari sisi sosial katena periodisasi tanamnya berubah lalu kultur masyarakat kita karena mereka sudah punya agenda di periode itu. Mereka kan tidak biasa tanam di periode ini, lagipula dalam skala besar karena itu memang kita sangat membutuhkan dorongan dari semua pihak terutama Pak Gubernur, Pak Bupati dan semua pihak,”tegas Tonny lagi.
Mengapa harus jagung? Menurutnya, hanya jagung yang menjadi komoditi andalan yang bisa menggoyang ekonomi kita, karena massif. Diakui kita memang memiliki komoditi lain namun selama ini parsial.
Lebih jauh Tonny menjelaskan bahwa kekuatan lahan di SBD ada 48.000 hektar lahan potensial. Mereka sementara fokus di Kodi dan Waijewa, yang totalnya ada enam kecamatan. “Yang dipanen Pak Gubernur kemarin adalah salah satu titik dari 5.000 yang dialokasikan dan siap panen. Seluruhnya di Kodi. Kita yakin SBD akan berhasil,”ungkapnya optimis.
Curah hujan di SBD menurutnya agak panjang, bisa sampai ke Mei. Karena itu sekarang mereka menanam lagi di sela-sela tanaman jagung yang sudah dipanen. Bahkan sebelum panen pun, ketika rambut jagung sudah mengering, mereka sudah menanam di celah-celah jagung yang sudah tua. “Kemarin kita mulai dengan teknologi baru, yang mana pak gubernur sudah menanam secara simbolis. Yang namanya relay croping sistem. Ini khusus di SBD karena iklimnya berbeda, yakni kita pakai teknologi sisip dan dengan demikian kita menang satu bulan dalam musim tanam ini,”tegas Tonny yang saat itu didampingi Kabid PSP2HP Dinas Pertanian NTT, .Joaz B. Umbu Wanda. (MSC01)