SEBA, MediatorStar.com Luar biasa komitmen masyarakat adat Kampung Namata, dalam menjaga situs megalitik peninggalan leluhurnya. Mereka terus melestarikannya hingga kini, dan bahkan diteruskan ke generasi selanjutnya.
Untuk diketahui, Kampung Adat Namata adalah peraih Anugerah Pesona Indonesia (API) Award 2020. Dan, tahun ini direkomendasikan untuk mengikuti Festival Desa Binaan Bank NTT 2021. Rabu (2/6), Stenly Boymau yang adalah juri Festival Desa Binaan Bank NTT, mendatangi situs kampung adat Namata. Disana menanti para tokoh adat maupun pejabat pemerintahan setempat. Mereka diantaranya Ahasia Lele Ully (Pj.
Kepala Desa Raeloro), Chandra Libert Riwu (Sekretaris Desa Raeloro), Marthen Kore Nguru (Bangngu Udu Namata), Semuel Haba Laki (Bangngu Udu Nahoro), Bire Nikodemus Heke Medo (Ana Epu Dara Rae Namata), Kanasius Kana Rihi (Juru Pelihara Kampung Adat Namata), Alu Ratu (Banni Deo Rai) dan Elisabet Bara Mata/Na Hale (warga setempat).
‘Kampung adat Namata adalah salah satu situs kampung adat tertua di Kabupaten Sabu Raijua, yang kami jaga keasliannya sampai sekarang. Tidak sembarang orang boleh masuk dan duduk diatas batu-batu yang ada,”tegas Elisabet Bara Mata yang sering disapa Na Hale.
Sembari mengajak rombongan menuju situs megalitik yang terletak di tengah kampung, Na Hale tak henti bertutur bahwa kampung adat itu sudah ada sejak lama. Di tengahnya ada bongkahan batu berbentuk bulat dan berpermukaan rata, ada juga yang hanya tumpukan batu berukuran kelapa. Siapa sangka, seluruh batu itu memiliki sejarah dan keberadaannya di tengah kampung, bukan diangkut oleh manusia melainkan datang sendiri dari laut.
Warga Sabu percaya, setiap batu memiliki daya magis tersendiri. Tak pelak, mereka taat pada aturan adat, untuk terus merawatnya dan tidak memperbolehkan siapapun bebas akses dan melanggarnya.
Situs itu tergolong sakral karena ada konsekwensi fatal bagi mereka yang melanggar aturan adat disana. Termasuk tidak boleh mengambil foto dan video serta tidak boleh duduk di atasnya. Jika tidak, maka akan mengakibatkan hal yang tak diinginkan.
Batu itu bernama Batu Rue, yang berada tepat di depan bongkahan-bongkahan batu itu. Batu Rue adalah batu khusus untuk ritual orang yang mati akibat kecelakaan, terbakar, jatuh dari pohon, dan bunuh diri. “Tiap orang yang datang kesini sekalipun kita tidak boleh raba. Tidak boleh duduk juga di atas. Nanti ada-ada sa,” kata Elisabet menambahkan “Itulah sehingga setiap tamu yang datang harus melalui pintu. Jika langgar, akibatnya berat.”
Selain mengisahkan kesakralan batu-batu yang ada, Na Hale juga menuturkan bahwa mereka menyiapkan layanan pakaian adat sehingga setiap tamu bisa mengenakannya, kemudian berkeliling dan memotret di situs-situs adat Namata. Harganya tidak mahal, pembayarannya pun tidak rumit. Bisa dibayar secara tunai.
Bank NTT pun sudah hadir disana dengan pola transaksi digital, ada digital agen (Di@ Bis@). Tak hanya itu, melainkan Bank NTT pun sudah membangun sebuah joglo berukuran sedang yang diberi nama Lopo Di@ Bis@, berisikan galeri pakaian adat dan produk UMKM masyarakat setempat berupa gula air, gula semut, dan aneka penganan. Bagi yang berminat, bisa langsung scan barcode karena ada layanan pembayaran dengan menggunakan QRIS Bank Indonesia.
Di bagian barat situs, ada sebuah arena sabung ayam. Berdiameter sekira lima meter. Disinilah masyarakat adat setempat melakukan sabung ayam di musim tertentu. Yakni pada bulan Januari, Maret dan April atau Januari, April dan Mei. Bagi mereka yang ingin mengetahui tentang kisah muasal kampung megalitik itu, bisa mengaksesnya langsung di lokasi. Ada narasi secara digital, yang difasilitasi pembuatannya oleh Bank NTT, sehingga pengunjung tinggal scan barcode dan akan muncul narasi tentang sejarah Kampung Adat Namata.
Dalam sesi wawancara, Stenly menjelaskan bahwa kedatangannya tak lain untuk menelusuri aktivitas pelaku ekonomi dalam bertransaksi apakah menggunakan sistem digital dan elektronifikasi atau tidak serta ketersediaan fasilitas pendukung.
Warga setempat, menjelaskan bahwa mereka memiliki BUMDES, hanya sudah kurang aktif sejak pendampingnya meninggal dunia beberapa bulan lalu.
Namun aparat desa setempat menjelaskan bahwa mereka sudah memiliki beberapa desain mengenai program BUMDES, yakni mengembangkan potensi situs sejarah dan agrowisata.
“BUMDES kami memang kuranng aktif, namun kami sudah punya beberapa desain. Kami berharap tidak lama lagi sudah terealisir,”tegas Chandra Libert Riwu diamini penjabat kepala desa, Ahasia Lele Ully. Sementara Pimpinan Cabang Bank NTT Sabu Raijua, Mikhael Johanis, saat itu menjelaskan bahwa khusus untuk Desa Raeloro, sudah banyak warga yang menjadi agen ditital Bank NTT untuk mendukung Namata sebagai kampung adat peraih API 2020. (boy)