RUMAH “WAKIL GUBERNUR^ RESIDENSI TIMOR JADI TEMPAT SIMPAN GEROBAK I, Catatan Matheos Victor Messakh

Sejarah185 Dilihat

RUMAH “WAKIL GUBERNUR” RESIDEN TIMOR JADI TEMPAT SIMPAN GEROBAK (I)

Catatan:  Matheos Viktor Messakh

INI adalah rumah Assistant Resident Timor yang terletak tepat di samping gereja Kota Kupang. Pernah menjadi kantor pemerintah namun sekarang dibiarkan terbengkalai dan menjadi tempat penyimpanan gerobak jualan.

Gedung ini pernah mau disewakan atau sudah disewakan kepada pihak swasta oleh Pemerintah Kabupaten Kupang, namun menimbulkan pertentangan sehingga tak tahu bagaimana kelanjutannya. Seingat saya sekitar tahun 2016 pihak swasta yang menyewa telah melakukan perombakan sehingga sejumlah pihak keberatan, termasuk saya datang untuk menghalangi alat berat yang telah menggali parit dan lokasi. Memang sangat berbahaya jika gedung-gedung bersejarah seperti ini diserahkan kepada sembarangan orang yang tidak memahami nilai sejarahnya.

Sejenak kembali kepada sejarah, apakah “Assistant Resident” itu? Assistant Resident adalah istilah untuk orang nomor dua dalam kepemimpin kolonial di suatu daerah setingkat provinsi. Jadi semacam wakil gubernur. Kalau ada assistant resident tentu ada Resident-nya.

Timor dan pulau-pulau lainnya yang kemudian menjadi propinsi NTT ini, dulunya adalah suatu residensi yang disebut Residensi Timor dan Pulau-Pulau Bawahannya (Resident van Timor en Onderhorigheden). Residensi ini dipimpin oleh seorang Resident dan seorang wakil yang disebut Assistent Resident.

Para Pejabat VOC

Kalau kita ingin melihat sejarah pemerintahan colonial di Timor dan pulau-pulaunya ini, harus dibagi dalam beberapa tahap. Tahapan yang pertama adalah masa VOC dan tahapan kedua adalah masa Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Ini harus dibedakan benar-benar karena dari pelajaran sejarah yang kita dapatkan sejak SD, kita mendapat kesan seakan kita dijajah oleh Belanda selama 350 tahun. Padahal VOC itu walaupun adalah perusahaan Belanda, merupkan perusahaan multi nasional pertama di dunia yang sumberdaya manusianya tidak hanya orang Belanda. Bahkan kapal-kapalnyapun dibuat di luar Belanda. Selain itu Pemerintahan Negara colonial yang dimulai sejak bangkrutnya VOC pada tahun 1799, pernah terputus oleh penjajahan Inggris selama kurang lebih 5 tahun.

Baca Juga  Cleopatra, Ratu Legendaris Mesir Kuno

Dalam tahapan pertama penjajahan bangsa Eropa yaitu pada masa VOC, para pemimpin untuk setiap pos VOC disebut Opperhoofd. Mereka memimpin benteng, kota, atau post VOC di berbagai tempat mulai dari Tanjung Harapan di Afrika sampai Ambon, Mulai dari Desima di Jepang, Taiwan, sampai Rote atau Kupang. Semuanya berada di bawah Gubernur Jendral VOC di Batavia. Opperhoofd pertama di benteng Concordia Kupang mulai menjabat tahun 1655 yaitu Opperhoofd Jacob Verheyden. Sejak tahun 1655 silih berganti Opperhoofd menjabat di Kupang dan sampai dengan tahun 1810 telah ada 38 orang Belanda yang menduduki jabatan Opperhoofd (J.D.V. Alderwerelt, 224).

Para Pejabat Negara Hindia-Belanda

VOC sebenarnya telah dinyatakan bangkrut pada tahun 1799 sehingga segala hak, kewajiban, hutang dan kekayaan VOC diambil alih pemerintah Belanda. Namun pada saat VOC bangkrut itu, Negeri Belanda sendiri sedang diduduki oleh Prancis. Regim pro-Prancis yang dibentuk di Belanda namanya “Bataafsche Republik”. Raja Belanda sendiri, Willem V, mengungsi ke Inggris tahun 1795.

Oleh karena itu di Nusantara, armada-armada Inggris mau mengambil alih wilayah-wilayah yang dikuasai Belanda. Itu terjadi di sejumlah wilayah nusantara selama dua tahun yaitu 1795-1797 namun setelah ada perjanjian perdamaian, maka pada tahun 1802 wilayah-wilayah itu diserahkan kembali ke Belanda. Jadi bisa dibayangkan pada saat itu betapa ribetnya urusan kekuasaan di Belanda apalagi di negeri jajahan.

Baca Juga  Alexander Ch. Abineno, Salah Satu Pendiri TNI-AL yang Santun Hingga Akhir Hayat

Di negeri jajahan, khususnya di Kupang, selama masa-masa transisi VOC ke Pemerintah Kolonial ini, Inggris dua kali merebut dan menduduki Kupang.

Upaya pertama yang terjadi tahun 1797. Saat itu Malaka, Padang, Ambon dan Banda telah diduduki Inggris setelah melalui perlawanan kecil. Ternate bertahan selama beberapa tahun namun jatuh pada tahun 1801. Satu-satunya pos Belanda yang sukses melawan pendudukan Inggris adalah Kupang. Sejarawan B.H.M. Vlekke (1946:130) mengatakan bahwa “Di Timor keberhasilan diraih karena komandan lokal dengan bantuan pasukan budak dan orang-orang suku memukul mundur orang-orang Inggris dari benteng Kupang, yang sebelumnya telah dikuasai orang-orang Inggris.”

Pernyataan Vlekke ini sedikit berbeda dengan tulisan missionaris Heijmering (1847: 196-9) yang menyatakan bahwa orang-orang Inggris tiba di Kupang dengan sebuah kapal dan corvette dari Maluku pada awal Juni 1797. Mereka telah dinantikan namun kota ini tidak punya pertahanan yang kuat dan seakan telah disepakati bahwa melawan tidak ada gunanya. Tuan Wanjon, Opperhoofd pada saat itu sudah siap-siap menyerah dengan harapan agar Inggris tidak mengapa-apakan seisi kota. Orang kedua Wanjon, tuan Greeving di lain pihak tidak menyetujui sikap pasrah ini karena sebagai orang kedua di post VOC ini ialah yang memegang pembukuan VOC dan pembukuannya sedang kacau sehingga ia takut diketahui sejumlah korupsinya. Greeving kemudian memanggil rapat orang-orang Eropa dan membuat voting dengan membagi-bagikan kertas kepada setiap orang untuk menuliskan kata “menyerah” atau “melawan” pada kertas tersebut. Ternyata hanya Greeving sendiri yang menulis “melawan” dan Kupang akhirnya menyerah kepada Inggris pada 10 Juni 1797. Menurut sumber Inggris C.N. Parkinson, yang didasarkan pada catatan Inggris di India dan catatan Angkatan Laut, Kupang diduduki oleh sebuah garnisun kecil yang umumnya adalah prajurit Sepoy (India) dibawah komandan Letna Frost.

Baca Juga  Riwu Ga, Sosok Marhaen Pengawal Bung Karno yang Terlupakan; Karang Taruna Kota Tabur Bunga Pada Makamnya di Mapoli-Kupang

Namun penyerahan itu hanya berlangsung dalam hitungan hari karena para Mardjikers atau orang-orang merdeka dan orang-orang dari kerajaan sekitar Kupang justru membunuh sejumlah prajurit Inggris sehingga mereka berlari menyelematkan diri ke kapal mereka dan menembaki kota Kupang sebelum meninggalkan kota Kupang. Benteng Concordia hancur berat oleh meriam-meriam Inggri demikian juga rumah-rumah orang Cina yang terletak di pinggiran pantai.

Setelah upaya pertama ini, Kupang mengalami beberapa kali pergantian pimpinan secara cepat. Direktur Keuangan , Vekens, merekomendasikan Gubernur Jendral Herman Willem Daendels agar Jacobus Arnoldis Hazaart, seorang pedagang dan mantan letnan dalam kapal VOC ditunjuk sebagai pimpinan di Kupang.

Karena VOC sudah bangkrut, maka Hazaart tidak lagi ditunjuk sebagai Opperhoofd, melainkan sebagai pejabat Negara colonial yang disebut Resident. Hazaart secara resmi menjadi Resident Pertama di Kupang pada 10 April 1810 alias hampir sebelas tahun setelah VOC bangkrut. Hazaart yang pada saat ditunjuk baru berusia 7 tahun ini adalah seorang Belanda keturunan yang lahir di Timor dan ia mempunyai yang cukup harum dalam catatan kolonial karena ia melakukan sejumlah terobosan tidak lazim saat berkuasa, namun hal ini akan dibahas dalam tulisan lain.

Baru setahun memerintah, kepemimpinan Hazaart terpotong lagi oleh intervensi Inggris terhadap Timor. Dalam serangan kedua pada 8 April 1911, Kapal Phoenix dibawah kapten James Bowen yang mendarat di Namosain berhasil diusir lagi oleh Hazaart dan orang-orang Eropa dengan bantuan orang-orang Amabi.  (bersambung/Bagian pertama dari dua tulisan)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *