Oleh: Dr. Frans Gana., M.Si *)
(Penulis adalah Dosen S1Prodi AdministrasiBisnis FISIP Undana, DosenS2 dan S3 IlmuAdministrasi Program PascasarjanaUndana, Komisaris Independen Bank NTT)
Penting dan Urgensi Inovasi
Penting dan urgensi inovasi karena bank NTT sebagai sebuah entitas bisnis diseyogiakan terus bertahan dan berkembang dalam menghadapi kompleksitas dan ketidakpastian tinggi. Bank dalam operasi bisnis menghadapi kondisi VUCA (volatility, uncertainty, complexity and ambuiquity, Nathan andLemoine., 2014; Cousins, 2018), TUNA (turbulent, uncertainty, novel, andambiguous, Oxford, 2016), dan memasuki era disrupsi (Christensen, 2016) akibat pesatnya perkembangan teknologi.
Bank mengalami tantangan cukup serius akibat pandemic covid 19 dan mulai terdampak perang Ukraina dan Rusia. Dalam kondisi demikian bisnis mesti melakukan creative destruction (Schumpeter, 1942), dan inovasi berkelanjutan (Nonaka, 1995) dalam meraih pangsa pasar dan pangsa peluang. Bank NTT telah berupaya melakukan perubahan dari konsep desain dengan pendekatan analogi (design by analogy approach) kepada konsep prinsip dasar (first principles) dalam kerangka bank 4.0 (King, 2018) melalui upaya penerapan digitalisasi. Inovasi tersebut juga ditandai oleh penerapan smarth branch menuju digitalisasi bank (Prawira Hie, 2021), mengintroduksi inovasi produk/layanan B’pung mobil dan pengembangan layanan On line On Boarding, Be’pinjam untuk kredit konsumer, Be’Ju Bisa, lakupandai Bank NTT, LopoDia Bisa; Kios K; ide inovasi permodalan; perubahan struktur organisasi, perubahan budaya perusahaan, proses penerapan indikator kinerja utama (key performance indicators/KPI) berbasis balance sheets corecard/BSC (Kaplanand Norton, 1992), inovasi penanganan kredit, dan membangun kemitraan pentahelix. Langkah awal perubahan ialah raising a feeling of urgency sothat people start tellinge achother“we must do something” about problems and opportunities (Kotter dan Cohen, 2002). Indikasi permasalahan Bank NTT antara lain tantangan dan peluang mendongkrak pertumbuhan kredit, peningkatan kualitas tata kelola berbasis risiko, pengkinian SOP, peningkatan berkelanjutan kapasitas human capital, perubahan struktur, dan sosialisasi budaya anti fraud serta pemenuhan modal inti.
Beberapa Kajian Empirik
Penelitian empiris Lopez dkk (2018) menemukan bahwa inovasi dipengaruhi oleh corporate governance, struktur kepemilikan, fungsi dari dewan direksi. Bolton dan Zhao (2018) menemukan pengurus yang fokus akan menghasilkan inovasi, atau sebaliknya terlalu sibuk kurang menghasilkan inovasi. Ditekankan pula pentingnya soliditas relasi dan komunikasi yang baik di antara para pengurus, selanjutnya pengurus dengan pemilik (pemegang saham) sebagai prakondisi dalam menghasilkan inovasi. Tetapi sebaliknya penelitian Gonzales-Bustos dan Hernandez-Lara (2016) mengedepankan bahwa konsentrasi kepemilikan, komposisi dan struktur dewan direksi sebagai determinan inovasi masih perlu dikaji lebih lanjut. Penelitian Yoshikawa dkk (2007) menemukan penyebaran inovasi belum sepenuhnya dapat diterapkan, dan bahkan terdapat perusahaan dengan opini baik tetapi cenderung oposisi terhadap pelembagaan inovasi atau reformasi corporate governance. Alidou Quedraogo (2008) menemukan bahwa inovasi sangat tergantung pada bagaimana mengelola dan memobilisasi berbagai sumberdaya. Penelitian Filatotchevdkk (Mei,2020) menemukan bahwa praktek governance yang baik memiliki peran penting terhadap upaya inovasi perusahaan. Temuan Scherer dan Voegtlin(2020) bahwa corporate governance yang baik dapat menghasilkan berbagai inovasi dan menghindarkan perusahaan dari kondisi yang membahayakan.
Inovasi: Perspektif Biaya Transaksi, Kreasi Pengetahuan, dan Konsep Prinsip Dasar
Inovasi dapat ditelaah teori biaya transaksi (O.E. Williamson, 1975, 1986, 1995) karena perusahaan dipandang sebagai sistem terbuka yang terlibat dalam pencaharian informasi dan pengetahuan. Selanjutnya informasi dan pengetahuan tersebut dikreasi sebagai basis inovasi (Nonaka dan Takeuchi, 1995). Penciptaan pengetahuan mengacu pada relasi berkelanjutan antara tacit dan expilict knowledge yang mendorong terciptanya konsep atau gagasan baru. Walau gagasan baru tersebut masih berada dalam benak individu, namun secara ontologi, faktor kritis pengembangan dan berbagi pengetahuan terletak bagaimana pengetahuan tersebut dieksplisitkan yang tergantung relasi individual, kelompok, jenjang organisasi dan interorganisasi. Sehingga dengan demikian model spiral penciptaan pengetahuan menunjukan adanya relasi antara epistemelogi dan ontologi penciptaan pengetahuan. Terdapat 5 (lima) fase penciptaan pengetahuan, (1) sharing tacit knowledge – dipandang cukup kritis karena berbagi pengetahuan melibatkan latar belakang, motivasi, dan perspektif yang berbeda. Proses ini disebut sozialization, (2) penciptaan konsep – interaksi yang intensif antara pengetahuan tacit dan explicit, terjadi berbagi mental model, pengorganisasian tim mandiri, mengartikulasikan konsep tersebut melalui dialog berkelanjutan dalam bentuk refleksi kolektif. Berbagi mental model tacit diverbalisasikan dalam bentuk kata, frasa, kemudian dikristalisasikan ke dalam eksplisit konsep; sehingga dalam fase demikian terkait dengan eksternalisasi. Proses konversi tacitknowledge ke explicitknowledge dipermudah melalui berbagai metode seperti deduksi, dan induksi, (3) justifikasi konsep; di mana konsep baru yang diciptakan oleh individu atau tim mesti dijustifikasi ke dalam prosedur. Proses justifikasi melibatkan proses penentuan apakah konsep baru yang diciptakan tersebut berguna bagi organisasi dan masyarakat atautidak (4) membangun archetype; (5) seterusnya dijadikan sebagai lintas jenjang pengetahuan organisasi. Proses justifikasi konsep, membangun archetype, dan lintas jenjang pengetahuan merupakan proses kombinasi pengetahuan; seterusnya dari tacit ke explicitknowledge dalam bentuk iklan, paten, produk atau layanan terinternalisasi pada para pengguna. Proses berbagi tacitknowledge, penciptaan konsep, membangun archetype, dan lintas jenjang pengetahuan secara terus-menerus menjadi terinternalisasi dalam organisasi. Dengan demikian, basis inovasi berkelanjutan yang bertumpu pada proses kreasi pengetahuan merupakan sumber keunggulan bersaing perusahaan. Dengan demikian inovasi melalui kreasi pengetahuan dalam penerapan digitalisasi merupakan sebuah keniscayaan bagi Bank NTT. Secara konsep digitalisasi bank menganut konsep desain dengan pendekatan analogi (design by analogy), dan mulai bergeser ke konsep prinsip dasar (first principle). Namun pendekatan analogi dianggap memiliki kelemahan karena dimulai dari dari titik akhir dan untuk menciptakan yang betul-betul revolusioner maka mesti dilakukan dari awal lagi. Sementara konsep prinsip dasar memecahkan suatu masalah mesti dimulai dengan mendekonstruksi masalah sampai ke tingkat yang paling kecil, lalu mencari apa tujuan atau fungsi dasar yang ingin dicapai (lihat King, 2018).
Temuan
Bank NTT telah melakukan inovasi dalam bentuk digitalisasi, ditopang oleh pemanfaatan core business technology (CBT) dan disertai mitigasi risiko.Inovasi digitalisasi bankNTT sejatinya telah mulai diletakan sejak tahun 2018 (lihat A. Riwu Kaho dalam Bayu Prawira Hie, 2021) melalui penerapan smarth brank. Inovasi produk berbasis digitalisasi menyasar segmentasi pemerintah daerah sebagai pelanggan utama (prime customer) Bank NTT, sektorswasta, dan masyarakat umum dalam rangka meningkatkan daya saing, efisiensi kegiatan operasional, dan meningkatkan pendapatan non bunga terutama fee based income, inisiasi dan penguatan struktur dana, mereduksi biaya transasksi, meningkatkan literasi dan inklusi keuangan. Inovasi dibarengi dengan peningkatan kapasitas soft skill, hard skill, talenta programer digital, pengkinian SOP, sosialisasi dan implementasi budaya patuh dan anti fraud, proses implementasi indikator kinerja utama (key performance indicators/KPI) dalam pemberian reward, perubahan budaya dan struktur organisasi. Inovasi melalui penerapan smarth branchd i Bank NTT masih bersifat hybrid antara digitalisasi dan sistim bank konvensional – menganut konsep desain dengan pendekatan analogi dan prinsip dasar seperti halnya yang masih berlaku di seluruh bank pembangunan daerah di Indonesia, himpunan bank negara Indonesia, serta bank swasta terkuat sekalipun sepertihalnya Bank Central Asia. Mengapa pola hybrid dianut karena bank masih butuh penyesuaian dan peningkatan kapasitas sumberdaya internal seperti peningkatan kapasitas human capital, perubahan budaya organisasi sumberdaya, pengkinian SOP, dan investasi. Dari segi eksternal pentingnya literasi dalam konteks inklusi keuangan. Dengan digitalisasi Bank NTT menyasar pula pangsa peluang generasi milineal sampai generasi AA yang sangat melek teknologi.
Oleh karena bank NTT sebagai bank umum sejatinya sarat pengaturan yang mengacu pada undang-undang perseroan terbatas, peraturan BI dan OJK, dan peraturan internal perusahaan maka berbagai inovasi yang dilakukan mesti dibarengi pengendalian kepatuhan dan mitigasi risiko risiko inheren sebagai bagian dari penerapan GCG. Inovasi Bank NTT dengan berbagai ide fitur layanan mengacu pada kebutuhan nasabah. Ini berarti sumber pengetahuan berasal dari luar yang diserap ke dalam Bank NTT. Temuan penelitian ini sejatinya merupakan pengembangan pandangan Nonaka dan Takeuchi (1995) bahwa pengetahuan eksternal penting dalam rangka kreasi pengetahuan sebagai basis inovasi. Kreasi pengetahuan internal tidak semata antar divisi dan lintas jenjang. Namun kreasi pengetahuan juga antar lembaga atau organisasi. Inovasi tidak semata hanya untuk meraih para nasabah baru namun untuk menahan/me-retain para nasabah yang sudah diperoleh bank. Perbankan sebagai industri ini tidak bebas dari ancaman. Ancaman nyata dunia perbankan di Indonesia dalam dekade terakhir adalah berkembangnya perusahaan-perusahaan keuangan non bank yang mampu melayani beberapa jenis layanan perbankan apakah dalam hal fungsi intermediasi yaitu peer to peer landing atau dalam fungsi sistim pembayaran. Sudah saatnya bank mesti mengubah paradigma bisnisnya dari semula ‘dibutuhkan para nasabah’ menjadi ‘membutuhkan para nasabah’. Mengubah paradigma ini tidak cukup dilakukan bank dengan hanya memberikan infrastruktur yang baru (jaringan kantor, IT, produk). Namun yang utama adalah perubahan paradigma SDM/Human Capital bank. Human capital bank mesti memiliki nilai, sikap melayani dan memberikan terbaik kepada para nasabah bank dengan prinsip prudent. Bank NTT dalam dinamika inovasi telah berhasil meraih dan terus berupaya mempertahankan bank dengan tingkat kesehatan 2, gold award excellent, top CSR award 2022 bintang 4, Harry Alexander Riwu Kaho sebagai Top Leader on CSR commitment 2022, Top BUMD award 2022 BPD Bintang 4, Harry Alexander Riwu Kaho sebagai Top CEO BUMD 2022, Gubernur NTT Bapak Viktor Bungtilu Laiskodat sebagai Top Pembina BUMD terbaikn 2022, Best Digital Banking Kategori BPD dengan dimensi kolaborasi.
Selamat Ulang Tahun Bank NTT 17 Juli 2022.
***