MEDIATORSTAR.COM, Kupang
Provinsi NTT harus berbangga karena pertama dalam sejarah, memiliki kepala sekolah yang bergelar doktor. Menariknya, Adriana Antonetha Tahun adalah seorang kepala sekolah di pedalaman Timor, yakni SMA Negeri 1 Taebenu, di kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang.
Terpantau Mediatorstar.com, dalam sidang promosi doktor yang berlangsung di salah satu ruangan kampus Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Kupang, dan digelar secara terbuka, Selasa, (24/8) siang, Adriana cukup cekatan mempertahankan disertasinya berjudul “Kekerasan Terhadap Perempuan Di Desa Hoineno, Kecamatan Nunkolo Amanatun, Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur (Suatu Tinjauan Budaya Atoin Meto)”.
Adapun tim penguji Adriana yakni Prof. Sandi Muryanto, Dr. Harun Y Natonis, SPd., M.Si., Prof. Maria Noach, Dr. Zainur Wulla, Dr. Danial Nuhamara, Dr. Oditha Hutabarat, Dr. Rajiman Sitopu, dan Pater Gregor Neonbasu, SVD, PHd selaku Co-Promotor. Hadir pula Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Linus Lusi, Kepala Badan Pengelola Perbatasan NTT, Petrus Tahuk Seran, serta sejumlah tamu undangan.
Adriana berhasil meraih nilai 84,37 atau nilai A, dan dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan. “Setelah bermusyawarah dan mufakat, maka kami sebagai Penguji memutuskan bahwa Adriana Tahun lulus dengan perolehan nilai 84,37 atau Nilai A dengan predikat Sangat Memuaskan. Mulai hari ini anda memiliki hak mengunakan gelar Doktor, “tandas Co-Promotor, Dr Gregor Neonbasu disambut tepuk tangan meriah.

Foto: Mediatorstar.com/stenly boymau
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Linus Lusi kepada media menegaskan bahwa kehadirannya sebagai bukti dukungan yang nyata terhadap peningkatan mutu pendidikan.
“Kehadiran saya adalah bukti dukungan secara nyata kepada tenaga pendidik yang selalu terpanggil untuk menggali serta memperkaya kapasitas keilmuannya. Ini patut diapresiasi karena Adriana adalah seorang guru, kepala sekolah yang berhasil meraih gelar Doktor di masa aktif sebagai Kepala SMA Negeri 1 Taebenu,”tegas Linus yang juga berlatar belakang seorang guru itu sembari menambahkan, Adriana Tahun merupakan satu-satunya Kepala SMA yang bergelar Doktor dari 28.863 guru dan tenaga kependidikan yang tersebar di 903 SMA/SMK di NTT. “Karena, ini membuka pintu bagi guru dan tenaga kependidikan lain di NTT untuk mengikuti jejak yang sama,”katanya.
Masih menurut Linus, undang-undang guru mengharuskan para guru dan tenaga kependidikan untuk melakukan pengembangan diri hingga tingkat Doktor sebagai pertanggungjawaban kompetensi kepada anak murid di sekolah. Karena itu diharapkan ilmu yang didapatnya dapat dikembangkan demi memperbaiki mutu pendidikan dari aspek sosial budaya dengan menjadikan SMA Negeri 1 Taebenu sebagai sekolah ramah anak.
“Implementasi praktis dari disertasi yang diangkat itu pada sektor pendidikan yakni menerapkan sekolah ramah anak, dan perempuan. Menghargai kesetaraan perempuan dan laki-laki, serta menempatkan siswa-siswi pada kesetaraan yang sama,”ujar Linus.

Foto: Net
Rektor IAKN Kupang, Dr. Harun Natonis kepada media ini menjelaskan bahwa pihaknya memberi ruang dan memfasilitasi seluruh tenaga kependidikan di mana saja untuk memanfaatkan layanan pendidikan di kampus yang dipimpinnya.
“Karena hanya dengan tenaga pendidik yang berkualitaslah kita akan hasilkan anak didik yang berkarakter, berbudi pekerti dan memiliki keunggulan di bidang akademik. IAKN hadir untuk memfasilitasi agar nantinya NTT memiliki SDM pendidik dan anak didik yang bersaing,”tegas Harun. Pihaknya berterimakasih kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Linus Lusi yang sudah hadir dan memotivasi salah satu mahasiswanya yang mengikuti ujian terbuka.
“Terimakasih pak kadis sudah mau hadir, ini adalah bentuk motivasi yang baik bagi mahasiswa kami,”ungkap Harun.
Sementara, Adriana dalam kesimpulan disertasinya mengatakan, arti kekerasan terhadap kaum perempuan sudah terjadi di mana-mana, hampir di seluruh dunia. Dan ini sangat bertolak belakang dengan martabat dan harga diri manusia. Oleh karena itu haruslah ada usaha terpuji dan terpandang untuk sedapat mungkin ditangkal agar tidak terjadi lagi hal-hal yang berkenaan dengan kekerasan tersebut. Dia menyebut ada beberapa bentuk dari kekerasan terhadap perempuan antara lain tindakan kekerasan fisik, lalu menyusul kekerasan psikologis atau emosional. Hal itu masih dapat diperluas lagi dengan bentuk kekerasan lainnya yakni kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi.
Dia menyarankan kepada pemerintah untuk mengeluarkan aturan yang memberi perlindungan bagi para korban kekerasan serta Gereja pun harus membela hak-hak kaum lemah, yakni kaum perempuan yang menjadi korban tindakan kekerasan. Dia menyarankan masyarakat Hoineno harus diajak untuk memperhatikan warganya masing-masing, terbuka untuk saling membantu jika ada tindak kekerasan terhadap kaum perempuan di kawasan mereka. (***/MSC01)