Salatiga (MEDIATOR)—Carut marut penerapan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi perguruan tinggi di Indonesia, mengundang beragam tanggapan dari masyarakat. Tak terkecuali masyarakat akademik. Guru besar asal Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Prof Yafet Y.W Rissy, SH., M.Si., LLM., Ph.D (AFHEA) kepada Mediatorkupang.com menegaskan, pemerintah harus duduk bersama seluruh elemen bangsa untuk mencari sebuah formula tepat dalam penerapan UKT secara nasional. Dan formula itu disampaikan kepada rakyat, berapa jumlah yang layak untuk uang kuliah mahasiswa dan yang bisa dijangkau oleh mereka.
Untuk diketahui, uang kuliah tunggal adalah sistem pembayaran biaya kuliah yang didasarkan pada kemampuan ekonomi calon mahasiswa atau keluarganya.
Bagi Prof Yafet, jika saat ini publik Indonesia ramai-ramai menolak penerapan UKT itu tidak salah. Karena banyak orang tua yang terdampak dari diberlakukannya UKT. Namun mempersoalkan kenaikan UKT tanpa menelisik lebih jauh penyebab dari kenaikan ini juga menurutnya tidak tepat. Jika mempersoalkan UKT maka publik pun harus melihat persoalan dasarnya.
“Karena penerapan UKT hari ini merupakan resultante dari pada pengelolaan perguruan tinggi negeri yang salah dalam konteks pembiayaan. Terlalu liberal, terlalu menempatkan orientasi provit. Harus cari mahasiswa sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan pendapatan sebanyak-banyaknya,”tegas guru besar kelahiran Betun, NTT ini.
Lebih jauh menurutnya, dari fakta-fakta diatas, dia berkesimpulan bahwa ini kesalahan fiundamental perguruan tinggi negeri di Indonesia, dan pemerintah mendiamkannya karena sudah berlangsung hampir 10 tahun terakhir.
“Sudah cukup lama dan pemerintah diam saja. Kenapa sudah meroket seperti ini baru semuanya teriak-teriak. Karena persoalan fundamental dari pengelolaan perguruan tinggi negeri yang salah tidak dipersoalkan. Nah perguruan tinggi negeri kita ini mengalami privatisasi. Itu konsep inti dari paham neo liberal yaitu privatisasi. Jadi menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar. Siapa yang kuat bertarung di pasar dia yang menang,”ujar Prof Yafet lagi sembari menambahkan “Nah kalau rakyat kita yang memang mayoritasnya miskin dan lapar disuruh bertarung bebas seperti ini ya pasti kolaps semuanya.”
Lebih jauh dilihatnya, karena motif mencari untung yang berlebihan maka penerimaan mahasiswa itu menjadi tidak terkendali. Yaitu bergelombang-gelombang. Penerimaan mandiri juga dalam jumlah yang terus ditingkatkan terus menerus.
“Karena calon mandiri bisa menentukan sendiri biayanya. Terkadang dijadikan dagang itu, antara orang tua, calon mahasiswa dan perguruan tinggi negeri yang dimaksudkan. Itu semacam perdagangan bebas. Anda bisa membayar berapa. Nanti ditawar, orang tua anda bisa membayar berapa. Nanti disana juga tawar, kemampuan anda berapa. Kan gitu. Kalau sudah modelnya begitu kan ini namanya berdagang. Pemerintah tidak seharusnya berdagang dengan rakyatnya dalam konsep begini,”tegas Prof Yafet sengit.
Menurutnya, pemerintah harusnya tampil sebagai pembela, bila perlu mengucurkan subsidi pada sektor pendidikan, lalu berinvestasi di sektor tersebut supaya bangsa ini bisa maju.
“Makanya saya mau tegaskan, pemerintah harus memberikan sebuah formula yang rasional dalam menentukan UKT dan itu harus transparan, mengapa pada angka tertentu dan apa alasannya. Kan ini tidak perlu dijelaskan, mengapa harus pada nilai sekian. Kan tidak dijelaskan. Karena itu mereka seenaknya menaikkan biaya UKT. Ini akibat dagang tadi sehingga orang lain sudah bicara kualitas, kita masih perdagangan ijazah,”pungkasnya Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Kealumnian UKSW Salatiga ini. (Stenly Boymau)