Kota Kupang Rawan Kekerasan Seksual Terhadap Anak, Jumlah Kasus Tertinggi di NTT

Metro134 Dilihat

Kupang (MEDIATOR)–Kasus kekerasan seksual terhadap anak sangat marak di Provinsi NTT. Dari 22 kabupaten/kota, Kota Kupang menempati rangking paling tinggi.

Data ini terkuak dalam ‘Siaran Langsung Dialog RRI Kupang’, 16 Mei 2025 pagi. Dialog yang diinisiasi oleh GAMKI NTT ini mengusung thema: NTT Darurat Kekerasan Seksual, Kitong Mau Bikin Apa?

Sementara, narasumber yang hadir yakni Veronika Ata, S.H., M.Hum (Ketua Lembaga Perlindungan Anak NTT), Ansi D. Rihi Dara, S.H (Direktur LBH APIK NTT), Asti Laka Lena, S.Si.,Apt (Ketua tim penggerak PKK NTT), Winston Rondo (Ketua DPD GAMKI NTT & Wakil Ketua Komisi V DPRD NTT) dan AKBP Ribka H. Hangge, S.H (Kasubdit Renakta POLDA NTT).

“Data yang masuk ke Polda NTT, rata-rata kasus melibatkan anak tidak termasuk perempuan, pada tahun 2023 ada 1.523 kasus anak sebagai korban, sedangkan anak sebagai pelaku ada 123. Tahun 2024 itu, dimana anak sebagai korban turun jadi 1483 kasus sedangkan anak sebagai pelaku justru naik. Dari 123 jadi 136. Dari awal tahun 2025 sampai hari ini (lima bulan berjalan) sudah ada 230 kasus anak sebagai korban dan anak sebagai pelaku ada 78,”runut AKBP Ribka Hangge dari Polda NTT. Dia menambahkan, kalau dilihat dari trend angka seperti ini, Kota Kupang menempati rangking tertinggi dari seluruh daerah di NTT.

Bahkan diakuinya, data ini yang muncul di permukaan, dilaporkan oleh korban maupun orang tua yang merasa dirugikan.

Baca Juga  Ratusan Remaja Kristen akan Diedukasi, Winston Rondo: Proteksi dari Kekerasan Seksual

Kasus ini ibarat fenomena gunung es, pihaknya mensinyalir yang berada di bawah justru lebih banyak lagi jumlahnya.

Kasus-kasus ini terbanyak dilakukan oleh mereka yang pernah menjadi korban kekerasan maupun pelecehan seksual di masa kecilnya.

“Dari hasil pemeriksaan, pelaku adalah korban di masa kecilnya. Trauma itu membuat dia menjadi pelaku. Kedua, karena perceraian. Pelaku juga orang sakit sebenarnya. Dia butuh pertolongan,”tambahnya.

Sementara Ansi Damaris Rihi Dara justru mengatakan mereka sudah diangkat sejak lama dimana anak-anak masuk dalam kelompok rentan.

Kasus kekerasan ini meningkat secara kuanitas l maupun kualitas.

Teknologi ikut menjadi penyebab. Dan kasus kekerasan seksual meningkat dan NTT tidak punya ruang aman terutama di ruang publik.

“Kita semua berpotensi jadi pelaku maupun korban. Anak jika tidak terliterasi baik dengan gadget maka bisa jadi sasaran empuk bagi predator seksual,”tegasnya.

Dua kasus yang melibatkan oknum anggota Polri yakni mantan Kapolres Ngada dan anggota Satlantas Polresta Kupang Kota belum lama ini menjadi teladan buruk yang mencoreng institusi Polri yang seharusnya menjadi pengayom.

Hukuman bagi mereka tidak sebatas penegakan etik melainkan penegakan hukum yang ketat dan setara dengan masyarakat. Diterapkannya UU Perlindungan Anak pun menjadi sebuah keharusan.

“Polda NTT harus kerja keras memberikan kepastian kepada publik bahwa tidak ada upaya mengurangi rasa hormat kepada korban,”tegasnya menambahkan sejauh kita tidak berprespektif korban maka sia sia. Karenanya jangan membuat korban menjadi korban lagi. Dia mengusulkan kerja kolaboratif dan terintegrasi semua pihak.

Baca Juga  Panji GAMKI Berkibar di Sumba Timur, 71 Orang Jadi Anggota Baru 

Sementara Asti Laka Lena saat itu mengurai tiga isu besar di NTT satu diantaranya kekerasan seksual terhadap anak.

Dia menganalogikan keluarga sebagai rumah, maka Ayah sebagai payung, ibu tiangnya.

“Karena itu bagaimana peran pemerintah, keluarga, lembaga agama, dunia pendidikan dan sektor lain. Mari kita kerja kolaborasi saya yakin angkanya menurun,”tegasnya.

Ketika ditanya host apa yang mau dilakukan, istri Gubernur Melki Laka Lena ini menjelaskan, PKK sedang melakukan kampanye anti kekerasan melalui sekolah, lembaga agama maupun lembaga pendidikan. Ada materi anti kekerasan yang dibagikan kepada anak didik, umat maupun para calon pengantin. Edukasi seks terhadap anak PAUD, SD, hingga mahasiswa harus dilakukan. Sementara advokasi pun harus dilakukan.

“Advokasi kasus-kasus yang ada. Kami juga harapkan kepolisian juga melakukan proses seadil-adilnya.

Pencegahannya kita harus digencarkan. Kalau kita cermati para pelaku ini sebagian besar adalah korban. Kalau para korban ini di kemudian hari mereka menjadi pelaku maka bisa dibayangkan berapa besar kasusnya,”tegasnya memberi apresiasi kepada GAMKI yang sudah berinisiatif menghadirkan ruanh dialog.

Sementara Veronika Ata saat itu menyatakan korban mengalami kekerasan yang sangat luar biasa. “Secara psikologis mereka takut dan cemas. Sering menangis. Walau ada yang bermain, mereka alami trauma. Ada luka di alat vital, juga alami Penyakit menular seksual. Pelaku umumnya terjadi karena trauma masa kecil,”ujarnya.

Solusi yang dia tawarkan, harus selalu melakukan kampanye dan menyampaikan tentang berbagai regulasi. Bahwa anak punya hak dan mereka dilindungi. Tegakkan hukum seadil-adilnya agar memberikan rasa keadilan bagi korban.

Baca Juga  ‘Kaum Bapak’ Hadirkan Menko Luhut Panjaitan dan Yasona Laoly, Wali Kota Jeriko Dukung

GAMKI Tawarkan Solusi

Ketua DPD GAMKI NTT, Winston Rondo saat itu menyerukan agar semua menjadikan NTT sebagai rumah yang aman bagi semua.

Ada tiga poin yang ditawarkan oleh GAMKI:

1. Mendorong pendidikan seksualitas guna pencegahan KS diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan formal

2. Pembentukan Satgas Pencegahan dan Penanganan di setiap kabupaten/kota

3. Mengupayakan keberpihakan anggaran untuk upaya2 edukasi dan advokasi isu ini.

Dalam pernyataannya Wakil Ketua Komisi V DPRD NTT ini menambahkan perlunya dimasukkan materi tentang edukasi ini sebagai bahan ajar atau muatan lokal. Edukasi seks sejak dini perlu dilakukan sehingga memproteksi anak dari segala gangguan.

Harus segera dimulai, dan pemerintah diminta menjadi trigger, DPRD siap mensupport dengan anggaran di perubahan APBD nanti.

Dia memberi apresiasi karena Gubernur Melki selalu mengangkat kasus ini di semua forum.

“Rumah dan kamar kita sendiri tidak aman pada perempuan dan anak. Apalagi adanya Doble victim, saya terhentak disitu. Korban jangan menjadi korban berkali-kali. Mari kitab duduk sama-sama, susun sama-sama. Ini momentum untuk kita bekerja keras. Berikutnya Kasus pencabulan dengan alasan penilangan itu sudah jadi diskusi lama. Kasus di Sabu, korbannya bicara keras di media. Oknumnya dimutasi. Kami dari GAMKI senang bisa ambil peran dalam proses besar ini,”tegasnya. Dalam closing statemennya, Winston menambahkan, berbicara NTT tidak saja karena keindahan alamnya melainkan adab dan etika dalam berbudaya. Karenanya harus dijaga. (BOY)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan