Gerindra Beri Catatan Kritis ke Polda, Syahbandar dan Basarnas Terkait Tragedi Cantika Express 77

Lainnya343 Dilihat

Kupang (MEDIATOR)—Tragedi terbakarnya Kapal Motor Cantika Express 77 di Teluk Timor yang mengakibatkan meninggalnya 20 orang serta 17 orang lainnya masih belum ditemukan, mendapat perhatian serius dari Gerindra NTT. Dalam Pendapat Akhir Fraksi Gerindra DPRD NTT Terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah

Tahun Anggaran 2022 yang diterima Mediatorkupang.com, Gerindra mengkritisi peran serta institusi yang bertanggungjawab terhadap tragedi ini.

Fraksi GERINDRA, saat rapat Paripurna, Selasa (15/11/2022) dalam pernyataan sikap yang dibacakan oleh Sekretaris Fraksi, Jan Pieter Windy, meminta kepada Polda NTT untuk melakukan penyelidikan secara menyeluruh, karena ada fakta bahwa jumlah penumpang yang tercatat dalam manifest hanya sebanyak 167 penumpang dan 10 ABK sementara jumlah tiket yang terjual adalah sebanyak 349 orang termasuk korban yang meninggal dan yang belum ditemukan.

“Ketidaksesuain antara jumlah penumpang yang membeli tiket dengan jumlah yang terdaftar dalam manifest mengakibatkan hak-hak penumpang terabaikan dan standar-standar keselamatan dalam pelayaran tidak dapat dijalankan. Daftar manifest inilah yang digunakan oleh Basarnas dalam pencarian korban pada hari pertama. Basarnas pada awalnya mungkin saja menghitung bahwa jumlah korban yang barhasil dievakuasi sudah sesuai dengan manifest tanpa menyadari bahwa ratusan penumpang lain sedang terapung-apung menunggu datangnya bantuan. Polda NTT perlu menelusuri penyimpangan-penyimpangan seperti ini,”tulis Gerindra dalam laporan yang ditandatangani Gabriel A. K. Beri Binna, S.Sos sebagai Ketua Fraksi dan Jan Pieter Dj. Windy, SH, MH sebagai sekretaris ini.

Baca Juga  Utang Luar Negeri Indonesia Tetap Terkendali

Dan bahkan Polda NTT menurut Gerindra, perlu menelusuri pelanggaran yang dilakukan oleh pihak perusahaan yang menempatkan Anak Buah Kapal yang tidak memiliki keahlian dan ketrampilan sebagai ABK Kapal Niaga.

Penahanan dan penetapan tersangka terhadap Nahkoda/kapten kapal yang kabur menyelamatkan diri tanpa peduli dengan penumpang sudah selayaknya dilakukan. Namun Polda NTT juga perlu menelusuri dan menetapkan status tersangka kepada pihak-pihak lain yang mengabaikan keselamatan penumpang. Harus ada juga yang bertanggungjawab terhadap tidak berfungsinya Peralatan-peralatan utama keselamatan kapal penumpang seperti sekoci.

“Polda NTT juga perlu menelusuri penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearence) yang dikeluarkan oleh pihak syahbandar. Port clearence semestinya hanya diberikan kepada kapal yang sudah memenuhi persyaratan kelaik-lautan kapal dan kewajiban lainnya.”

Baca Juga  Ada Doa yang Ditiraskan oleh Pdt. Merry, Melepas Jefri dan Herman Akhiri Masa Jabatan

Peristiwa terbakarnya KM. Cantika Express 77 yang menelan banyak korban jiwa juga menjadi momentum evaluasi terhadap Basarnas. Masih dalam catatan kritis Fraksi Gerindra, beberapa kesaksian mengatakan bahwa pada hari pertama kecelakaan Kapal Basarnas hanya satu kali datang ke perairan Naikliu tempat terjadinya kecelakaan. Basarnas yang saat itu tidak membuat posko di pelabuhan terdekat (Naikliu).

“Korban dibawa dengan kapal Basarnas ke Kupang.Pada saat kapal Basarnas mengangkut korban ke Kupang, tidak ada kapal pengganti dari pihak Basarnas yang beroperasi mencari korban di lokasi kecelakaan. Menurut informasi dari beberapa pihak yang ada di lokasi pada hari pertama kecelakaan pada jam 19.00 WITA sudah tidak ada lagi kapal Basarnas yang beroperasi di sekitar lokasi kecelakaan. Informasi ini sangat perlu untuk ditelusuri dan disampaikan kepada Basarnas Pusat. Menurut informasi sebagian besar penyelamatan dilakukan oleh warga Amfoang di sekitar Naikliu yang menggunakan perahu-perahu kecil di tengah gelombang yang sangat besar,”demikian Gerindra.

Baca Juga  Laiskodat Diminta Lanjut Dua Periode Gubernur: Pikir-Pikir

Dengan demikian,  mengingat  NTT adalah provinsi bercirikan kepulauan dimana moda tranportasi laut masih sangat utama dalam angkutan antar pulau maka kesiapan menghadapi bencana-bencana  di laut harus menjadi prioritaspada institusi-institusi dan aparatur-apartur yang terkait dengan pelayaran, pengamanan dan penyelematan. Koordinasi lintas institusi terkait juga masih menjadi titik lemah. Belum lagi sarana/peralatan yang tidak mendukung untuk menjalankan tugas-tugas seperti ini. Polairud misalnya yang ada di lokasi kecelakaan tidak dapat berbuat banyak karena kondisi perahu penyelamat mereka yang tidak dapat beroperasi optimal pada kondisi itu. (**/BOY)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan