Salatiga (MEDIATOR)–Pengenalan budaya Indonesia kepada mahasiswa asing di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) tak hanya sebatas mempelajari bahasa saja. Melalui Language Training Center (LTC), UKSW mengenalkan batik ecoprint serta cara pembuatannya kepada lima mahasiswa asing peserta Program Intensif Belajar Bahasa dan Budaya Indonesia (PIBBI) asal KEIO University Jepang. Kelima mahasiswa asing tersebut adalah Momoka Matsuo, Matsukawa Ena, Shota Akita, Ryoya Maki, dan Hiroki Ohno.
Menggunakan pewarna alami dari tanin atau zat warna daun, peserta PIBBI KEIO tampak antusias membuat batik ecoprint. Sebelumnya, mereka telah menempelkan daun-daun pada kain batik dan dilapisi plastik. Menggunakan teknik pounding, mereka memukul daun tersebut dengan palu sehingga motif akan terbentuk pada kain. Dalam kegiatan ini, mereka dipandu oleh Kepala Sekolah SD Marsudirini 77 Ernastyono, S.Pd., Selasa (05/03/2024) di LTC.
Momoka Matsuo, salah satu peserta PIBBI KEIO yang mengikuti kegiatan ini menyebut bahwa ia sangat menikmati kegiatan yang dilakukannya selama mengikuti program PIBBI KEIO. “Saya suka membuat batik ecoprint ini walaupun saya merasa capek karena harus terus memukul,” ucapnya sambil tertawa.
Sementara itu, mahasiswa lainnya, Shota Akita mengaku sangat tertarik mempelajari budaya dan bahasa Indonesia. “Indonesia mempunyai banyak pulau dan bahasa daerah yang sangat beragam, jadi menguasai bahasa Indonesia sangat penting. Selain itu, budaya Indonesia sangat berbeda dengan Jepang, jadi saya sangat tertarik mempelajarinya,” terang mahasiswa yang mengikuti kelas bahasa Indonesia di Jepang ini.
Di sisi lain, Ernastyono, S.Pd., mengungkapkan bahwa kegiatan membuat batik ecoprint ini sangat baik untuk diperkenalkan kepada mahasiswa asing. Menurutnya, kegiatan membatik dengan teknik pounding ini dilakukan dengan cara yang sangat sederhana dan bahan yang mudah didapatkan.
“Dengan ini, mahasiswa asal Jepang akan memiliki wawasan mengenai pembuatan batik yang sederhana. Sehingga, dengan ini mereka dapat mengenal kebudayaan-kebudayaan Indonesia, salah satunya batik ecoprint ini,” terangnya.
Exposure yang seimbang
Ditemui di sela kegiatan, Kepala Sub Bagian LTC R.P.N. Dian Widi Sasanti, S.Pd., menuturkan bahwa LTC hendak memberikan variasi kegiatan yang berbeda dari sebelumnya sehingga kegiatan membuat batik ecoprint ini menjadi pilihan untuk PIBBI KEIO kali ini. “Selain itu, pembuatan batik ecoprint cenderung mudah dilakukan mengingat peserta PIBBI KEIO yang mengikuti program masih mempelajari bahasa Indonesia di tingkat dasar,” jelasnya.
Salah satu hal yang juga menjadi keunggulan kegiatan PIBBI KEIO di UKSW adalah menekankan interaksi sosial dan pertukaran budaya dengan civitas academica UKSW maupun masyarakat di Salatiga. Mahasiswa Jepang belajar bahasa Indonesia melalui pertukaran budaya seperti belajar gamelan, membatik, pergi ke pasar, belajar pencak silat, membuat makanan khas Indonesia dan sebagainya.
“Mereka tinggal di homestay, sehingga mahasiswa ini bisa mempelajari budaya Indonesia secara langsung seperti bagaimana keluarga di Indonesia menyajikan makanan, dan lainnya,” imbuhnya.
Selama belajar bahasa Indonesia di UKSW, mahasiswa KEIO juga dapat melakukan kegiatan-kegiatan diskusi dengan mahasiswa UKSW. Dalam kesempatan ini, Dian Widi Sasanti mengungkapkan bahwa mahasiswa asing akan mendapatkan exposure bahasa maupun budaya secara seimbang.
Selain diisi dengan kegiatan membatik ecoprint, peserta PIBBI KEIO juga memperoleh kesempatan untuk mengasah kemampuan berbahasa dengan sejumlah siswa kelas XII SMA Kristen Satya Wacana. Mahasiswa peserta PIBBI KEIO mengenalkan budaya mereka, salah satunya mengenai pakaian tradisional Yukata. Sedangkan para siswa SMA mengenalkan bahasa Indonesia gaul yang sering dipakai anak muda saat ini. Tak berhenti sampai di situ, mahasiswa KEIO akan belajar Pencak Silat, besok Rabu (06/02/2024). Kegiatan PIBBI KEIO berlangsung selama dua minggu sejak 26 Februari 2024 hingga 8 Maret 2024 mendatang. (RLS/UKSW/KJR)