MEDIATORSTAR.COM, Kupang
Reka ulang terhadap kasus dugaan pembunuhan terhadap ibu dan anak masing-masing Astrid Manafe dan anaknya Lael Macabbee, kian berbuntut. Tidak hanya karena kasusnya yang menyisakan banyak tanda tanya, melainkan ulah oknum polisi yang menghalang-halangi kerja jurnalistik dalam memperoleh dan menyiarkan data serta informasi kepada publik.
Untuk diketahui, ketika reka ulang dilakukan di area parkiran rumah jabatan bupati Kupang, kwasan Kelapa Lima, ada seorang oknum polisi menyuruh wartawan Pos Kupang yang sementara melakukan siaran langsung untuk berhenti merekam adegan itu. Sontak video ini menjadi viral dan dikecam oleh banyak orang.
Sebagai salah satu asosiasi yang memayungi wartawan di Kota Kupang, maka Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengeluarkan pernyataan sikap yang ditandatangani oleh Marthen Bana selaku ketua dan Jhon Seo sebagai ketua divisi advokasi.
Adapun butir-butir pernyataan sikap ini sebagai berikut:
Pernyataan Sikap AJI Kota Kupang
Terkait Larangan peliputan oleh Oknum Polisi di Kupang
Beredar video viral larangan serta ancaman terhadap wartawan Pos Kupang, oleh seorang oknum anggota Kepolisian daerah (Polda) NTT, saat menjalankan tugas jurnalistik, rekonstruksi kasus pembunuhan terhadap Astrid (30) dan Lael (1) di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) di salah satu tempat jualan kelapa di Kelurahan Penkase, Kota Kupang.
Disitu oknum polisi menanyakan alasan wartawan itu merekam, “Ini siapa. Darimana” lalu dijawab Irfan, “Dari Pos Kupang”. Polisi itu pun melarang untuk tidak merekam. “Jangan merekam”.
Setelah itu dia meminta kepada anggota untuk mengecek, apakah wartawan itu merekam, jika merekam, maka sita handphonenya. “Anggota dicek, kalau rekam hanphone ambil”.
Larangan dan ancaman oknum polisi ini dinilai sebagai upaya-upaya menghalang-halangi kerja pers, seperti yang diamanatkan pasal 4 UU Pers No 40 tahun 1999, yang menyebutkan;
- Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
- Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
- Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Penjabaran ini dipertegas lagi pada Pasal 18 yang menyebutkan;
- Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan sesuai ketentuan pasal 4 ayat 2 dan 3, dipidana dengan pidana penjara paling lambat 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta.
Atas dasar itu, maka AJI Kota Kupang, menyatakan sikap:
- Menyesalkan tindakan oknum anggota kepolisian daerah (Polda) NTT yang melarang dan mengancam wartawan saat melakukan kerja-kerja jurnalistik.
- Meminta Kapolda NTT untuk memberikan sanksi bagi oknum polisi yang menghalangi kerja-kerja jurnalistik.
- Mendesak oknum anggota polisi itu meminta maaf secara terbuka ke publik.
- Jika tuntutan ini tidak diindahkan dalam waktu 2×24 jam, maka AJI Kota Kupang akan membawa masalah ini ke Mabes Polri.
Mengetahui
Ketua Divisi Advokasi
Ttd ttd
Marthen Bana Jhon Seo
(***/MSC01)