Ba’a (MEDIATOR)— Sebagai langkah nyata dalam mendukung pengembangan konsep Sustainable Aquaculture, kegiatan pengabdian kepada masyarakat telah dilaksanakan pada tanggal 15–16 Mei 2025 di kawasan pesisir Mulut Seribu, Desa Daiama, Kabupaten Rote Ndao. Kegiatan ini melibatkan kurang lebih 50 orang pembudidaya rumput laut, aparat desa, Kepala Desa Daiama Heber Ferroh, serta pembicaraan bersama petugas dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Rote Ndao.
Diprakarsai oleh Dr. Franchy Christian Liufeto, Dr. Judiana Jasmanindar, dan Welem Turupadang, M.Sc., kegiatan ini menjadi bagian awal dari inisiatif besar bertajuk “Pengembangan Budidaya Berkelanjutan: Edu-Ekowisata Rumput Laut di Mulut Seribu.”
Program ini tidak hanya menyoroti potensi ekonomi rumput laut, tetapi juga pentingnya menjaga kelestarian lingkungan serta memperkuat kapasitas kelembagaan masyarakat pesisir.
Dalam sambutannya, para akademisi dan mitra menyampaikan pentingnya perubahan paradigma dari budidaya konvensional ke arah yang lebih berkelanjutan.
“Budidaya rumput laut bukan hanya soal panen dan jual, tapi bagaimana menjadikannya sebagai penyangga ekonomi lokal yang ramah lingkungan dan berdaya saing global,” ujar Dr. Franchy Ch Liufeto yang biasa disapa Dr. Tian. Lebih lanjut disampaikan bahwa sudah ada contoh kasus, jika budidaya sangat ekspansif dilakukan maka bisa saja produktifitasnya tidak meningkat tapi justru menurun dan oleh karena itu, melakukan budidaya rumput laut harus sesuai dengan kapasitas daya dukung perairan Mulut Seribu. Rumput laut itu makluk hidup sama dengan kita manusia, dan jika ruang hidupnya mengalami tekanan karena eksplopitasi pemanfaatan ruang yang tidak terkendali maka respon fisiologisnya dapat mengakibatkan perairan menjadi tidak produktif dan bibit rumput yang baik sekalipun tidak akan lagi dapat ditanami.
Pembudidaya Bapak Otniel Rili memberikan tanggapan agar semua pembudidaya dan sumberdaya fasilitas yang dimiliki kembali dimanfaatkan. Tokoh masyarakat bapak Onisimus Ferroh mempertanyakan standar jarak antar tali, kualitas bibit rumput laut dan kendala harga bibit yang memberatkan mencapai 10.000/kg dan peluang integrasi budidaya rumput laut dengan komoditas yang lain. Kepala Desa menyampaikan harapan agar konsep budidaya berkelanjutan ini dapat diterapkan untuk mendukung Mulut Seribu sebagai kawasan wisata Rote Ndao. Bapak Jeskial Anakai menyampaikan terima kasih dan salut atas ilmu yang dibagi untuk meningkatkan kesadaran dari masyarakat untuk produksi dan keuntungan rumput laut yang berkelanjutan. Hidayat menyampaikan beberapa pilihan lokasi budidaya rumput laut yang berpeluang.
Dr. Tian menyampaikan tanggapannya lebih lanjut bahwa masyarakat pembudidaya di Mulut Seribu tidak bisa lagi melakukan praktek budidaya seperti sebelumnya sebab tekanan pada perairan yang berlebihan melalui penanaman rumput laut dalam jumlah yang tinggi akan memberikan efek menurunnya kemampuan perairan untuk mendukung pertumbuhan rumput laut. Dengan jarak titik ikat dan jarak antar tali yang memberikan ruang terjadinya sirkulasi arus maka rumput laut nyaman untuk tumbuh dan berkembang. Harga rumput laut yang tinggi merupakan akibat dari terbatasnya bibit dan tingginya permintaan dan untuk itu ada beberapa solusi yang ditawarkan diantaranya kebun bibit yang mengandalkan bibit lokal, bukan bibit kultur jaringan. Cara pengelolaan kebun bibit sangat menentukan keberhasilan pembibitan untuk penyediaan kebun bibit yang dapat memenuhi permintaan pembudidaya ditingkat lokal Mulut Seribu. Dengan melakukan pengembangan konsep sustainable aquaculture menjadi Edu-Ekowisata Rumput laut di Mulut Seribu, diharapkan budidaya rumput laut dapat menjadi bagian dari wisata berbasis pendekatan ekologi yang memperhatikan kelangsungan produksi dan perlindungan terhadap perairan dan habitat rumput laut pada lokasi yang tepat. Melalui kegiatan ini, masyarakat diajak memahami pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menjaga laut sebagai sumber penghidupan yang berkelanjutan. “Ini bukan hanya proyek, tapi gerakan bersama untuk masa depan,” tegas Dr. Judiana Jasmanindar dan Welem Turupadang, M.Sc.
Kegiatan ini menjadi bagian dari rencana strategis untuk menjadikan Mulut Seribu sebagai kawasan edu-ekowisata berbasis rumput laut. Ke depan, kolaborasi dengan Ikatan Mahasiswa Asal Rote Ndao NTT direncanakan untuk memperkuat aspek edukasi, pelatihan teknologi budidaya, dan promosi berbagai produk olahan rumput laut untuk mendukung ekowisata rumput laut. Harapannya, rumput laut dari Rote Ndao tidak lagi dijual mentah, tetapi dapat diolah menjadi produk bernilai tambah seperti makanan fungsional, kosmetik, dan pupuk organik.
Terpisah, Bupati Rote Ndao, Paul Henukh mengatakan “Sebagai daerah kepulauan, laut adalah hidup dan masa depan kita. Saya menyambut baik inisiatif Dr. Tian dan tim Undana dalam mendorong budidaya rumput laut berkelanjutan di Mulut Seribu dengan konsep Edu-Ekowisata Rumput Laut. Ini sejalan dengan visi kami untuk memajukan potensi kelautan Rote Ndao secara cerdas, berbasis ilmu pengetahuan, dan memberdayakan masyarakat,”tegasnya 16 Mei 2025 malam.
Lebih jauh dia menambahkan, kolaborasi seperti ini yang kita butuhkan untuk membangun Rote dari desa, dari laut, untuk kesejahteraan rakyat.
Pemerintah desa Daiama menyambut baik program dan kolaborasi ini sebagai peluang untuk membenahi sistem tata kelola budidaya, termasuk melalui pengaturan ruang laut yang tidak merusak ekosistem penting seperti padang lamun dan terumbu karang. Dengan semangat gotong royong, dukungan akademisi, dan keterlibatan generasi muda, Rote Ndao kini menapaki jalan menuju kepemimpinan sebagai pelopor budidaya rumput laut berkelanjutan di Indonesia Timur. (RLS/BOY)