Kupang (MEDIATOR)--Sebuah langkah inovatif dalam sektor perikanan budidaya kembali membuahkan hasil. Dr. Franchy Christian Liufeto, yang akrab disapa Dr. Tian, membuktikan bahwa model investasi udang yang inklusif bukan hanya sekadar wacana, tapi juga solusi nyata bagi pembangunan ekonomi lokal.
Program budidaya udang vaname yang ia rintis sejak tahun lalu sekaligus sebagai tempat belajar dan penelitian bagi mahasiswa program studi budidaya perairan pada Fakultas Peternakan Kelautan dan Perikanan, telah berhasil melakukan 3 kali panen dengan hasil yang memuaskan. Tidak hanya itu, kegiatan ini juga menjadi ruang kerja nyata bagi para alumni Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Cendana (Undana), yang direkrut sebagai tenaga teknis.
“Model investasi ini kita rancang agar terbuka dan terjangkau bagi kelompok kecil, koperasi, bahkan perorangan yang ingin belajar dan berinvestasi di sektor udang,” jelas Dr. Tian saat ditemui di lokasi budidayanya pada Kamis (9/4).
Konsep inklusif yang dimaksud adalah kemitraan antara akademisi, alumni, investor lokal, dan masyarakat sekitar. Dengan pendekatan ini, tidak hanya modal yang dihimpun secara gotong royong, tetapi juga pengetahuan dan teknologi yang diterapkan secara adaptif sesuai dengan kondisi lokal.
Dr. Tian mengatakan membangun investasi udang yang inklusif artinya merancang sistem investasi budidaya udang yang bisa diakses oleh banyak pihak, bukan hanya investor besar, dapat melibatkan alumni, masyarakat, dan pemuda lokal serta menghasilkan manfaat ekonomi dan sosial secara merata.
Dua orang alumni yang kini menjadi pengelola usaha budidaya udang, Ito Funome, S.Pi dan Arto Ottu, S.Pi, dan puluhan lainnya yang telah bekerja di perusahaan Tambak Udang di Lampung, Sidoarjo, Probolinggo, NTB dan Sulawesi mengaku bangga bisa menjadi bagian dari kegiatan bersama Dr Tian. Diakui, mereka tidak hanya bekerja, tapi juga terus belajar dan mengembangkan sistem budidaya yang efisien juga ramah terhadap lingkungan.
Dr. Tian berharap model ini dapat dikembangkan di berbagai daerah di NTT, terutama di kawasan pesisir dengan potensi perairan payau dan laut yang belum tergarap optimal. “Ini bukan hanya soal panen udang, tapi juga panen harapan – bagi alumni, pembudidaya, masyarakat pesisir dan masa depan akuakultur kita,” pungkasnya. (**ADV/RLS/TIM)